JEPANG

Pakar: Belajar Kepatuhan Kooperatif dari Jepang dan AS

Redaksi DDTCNews
Senin, 29 Januari 2018 | 14.11 WIB
Pakar: Belajar Kepatuhan Kooperatif dari Jepang dan AS

FUKUOKA, DDTCNews – Realisasi penerimaan pajak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir selalu meleset dari target. Pakar pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyatakan salah satu kunci menggenjot penerimaan adalah pengembangan paradigma kepatuhan kooperatif (cooperative compliance)

Paradigma baru tersebut mensyaratkan adanya hubungan yang dibangun atas dasar transparansi, keterbukaan, saling percaya, dan saling memahami di antara seluruh pemangku kepentingan dalam perpajakan di tanah air. Pendekatan kepatuhan kooperatif ini juga sudah menjadi senjata andalan negara lain dalam menggali potensi penerimaan negara dari sektor pajak.

Hal tersebut dikemukakan oleh Satoru Araki, yang pernah menjadi pakar manajemen publik di Asian Development Bank. Menurutnya ada tren peningkatan penggunaan program kepatuhan kooperatif, terutama di negara-negara anggota OECD.

“Kepatuhan kooperatif di Jepang dan Amerika Serikat (AS) telah membantu otoritas pajak untuk peningkatan tata kelola perusahaan yang baik dan pengendalian secara internal bagi wajib pajak perusahaan,” katanya dilansir Tax Notes International.

Pendekatan ini mendorong kerja sama antara otoritas pajak dan wajib pajak badan dalam masalah pajak. Pendekatan ini menciptakan hubungan baru antara otoritas pajak dengan perusahaan sebagai pembayar pajak.

“Mengadopsi pendekatan kepatuhan kooperatif tidak lain untuk memastikan kepatuhan pajak melalui peningkatan kontrol internal dan tata kelola perusahaan yang dilakukan secara sukarela,” papar Satoru.

Dia menjelaskan bahwa otoritas pajak Jepang (National Tax Agency/NTA) sudah melakukan program kepatuhan kooperatif pada tahun 2011. Secara total, ada 500 entitas bisnis yang menjadi target dalam program ini. Pada tataran praktik, pemeriksa pajak akan melakukan evaluasi atas keefektifan tata kelola perusahaan.

“Kunci program di Jepang ialah adanya dialog antara pemeriksa pajak dengan manajemen puncak suatu perusahaan. Setelah itu baru diputuskan apakah badan tersebut masuk kategori prioritas rendah untuk di audit atau tidak. Program ini mengurangi beban audit otoritas pajak,” jelasnya.

Hal serupa juga berlaku di negara AS. Pada 2005 digelar program kepatuhan dengan bingkai Compliance Assurance Process (CAP Program). Di bawah program ini, Ditjen Pajak AS (Internal Revenue Services/IRS) dan pembayar pajak bekerja sama untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah selama proses pra-pengisian formulir pajak. Dengan mekanisme ini menimalisir terjadinya sengketa terkait tagihan pajak yang diberikan kepada wajib pajak badan.

“Kepatuhan kooperatif ini bertujuan untuk mendorong pembayar pajak perusahaan untuk melakukan perbaikan sukarela terhadap tingkat kepatuhan pajak mereka, standar yang tinggi ini tidak dapat dipenuhi tanpa tata kelola yang kuat dan pengendalian internal. Ujungnya program ini akan menguntungkan pembayar pajak dan otoritas pajak,” tutupnya. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.