Ilustrasi.
ANKARA, DDTCNews – Parlemen Turki meratifikasi undang-undang yang akan menjadi regulasi baru dalam sistem pajak di negara tersebut.
Menurut Partai Keadilan dan Pembangunan (Justice and Development (AK) Party) undang-undang baru ini dikeluarkan untuk meningkatan penerimaan pajak dari orang-orang yang berpenghasilan tinggi di Turki.
“Untuk mengumpulkan lebih banyak pajak dari mereka yang berpenghasilan lebih tinggi dan [penerimaan] lebih sedikit dari mereka yang berpenghasilan lebih rendah,” demikian pernyataan partai yang berkuasa tersebut terkait undang-undang yang dikeluarkan pada Kamis (21/11/2019).
Dalam undang-undang tersebut, ada bracket pajak baru sebesar 40% (naik dari sebelumnya 35%) untuk masyarakat yang memiliki penghasilan lebih dari 500.000 lira (sekitar Rp1,2 miliar) per tahun. Produk hukum itu juga meningkatkan batasan pinjaman bersih Departemen Keuangan senilai 70 miliar lira untuk 2019.
Dalam undang-undang tersebut, ada pula usulan pajak baru yaitu pajak rumah yang berharga (valuable house tax) dan pajak akomodasi (accommodation tax). Dengan demikian, akan ada tambahan beban pajak yang harus ditanggung masyarakat berpenghasilan tinggi.
Pemilik rumah bernilai antara 5—7,5 juta lira Turki (sekitar Rp12,3—Rp18,5 miliar) diharuskan membayar pajak 0,3%. Pemilik rumah bernilai 7,5—10 juta lira wajib membayar pajak 0,6%. Adapun pemilik rumah senilai lebih dari 10 juta lira (sekitar Rp24,7 miliar) dikenakan tarif 1%.
Selanjutnya, untuk pajak layanan akomodasi akan menjadi 1% hingga akhir tahun 2020 dan akan naik menjadi 2% setelahnya. Undang-undang ini juga melihat pajak 7,5% untuk iklan dan konten digital. Pajak penjualan valuta asing akan menjadi 0,2% dan bisa naik 10 kali lipat tergantung presiden.
“Undang-undang tersebut akan pertama kali diperdebatkan dalam komite perencanaan dan anggaran parlemen,” demikian informasi yang dilansir aa.com.tr.
Secara terpisah, pada Jumat (22/11/2019), ada undang-undang baru yang memberikan beberapa kewenangan Banking Regulation and Supervision Agency (BDDK) ke bank sentral. Undang-undang baru itu memberikan bank sentral untuk mengawasi sistem pembayaran. (kaw)