Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam keterangannya kepada pers.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat neraca perdagangan pada sepanjang 2023 mengalami surplus senilai US$36,93 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan surplus neraca perdagangan tersebut terjadi karena ekspor mencapai US$258,82 miliar dan impor US$221,88 miliar. Meski demikian, surplus neraca perdagangan tersebut lebih kecil dari tahun sebelumnya yang mencapai US$54,46 miliar.
"Secara kumulatif hingga Desember 2023, total surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$36,93 miliar atau lebih rendah sekitar US$17,52 miliar atau 33,46% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya," katanya, Senin (15/1/2024).
Pudji mengatakan sepanjang 2023 sektor migas mengalami defisit US$19,91 miliar, tetapi masih terjadi surplus pada sektor nonmigas senilai US$56,84 miliar.
Dia menjelaskan nilai ekspor Indonesia yang mencapai US$258,82 miliar pada 2023 mengalami penurunan 11,33% dari tahun sebelumnya. Ekspor migas yang senilai US$15,92 miliar mengalami penurunan 0,47%, sedangkan ekspor nonmigas US$242,90 miliar atau turun 11,96%.
Menurutnya, penurunan ekspor sektor industri pengolahan menjadi pendorong utama atas turunnya ekspor 2023. Secara tahunan, ekspor industri pengolahan turun 9,26% karena menurunnya ekspor minyak kelapa sawit.
Pada 2023, China tetap merupakan negara tujuan ekspor yang memiliki peranan terbesar dengan nilai US$64,94 miliar (25,09%). Setelahnya, diikuti oleh Amerika Serikat dengan nilai ekspor US$23,25 miliar (8,98%) dan Jepang US$20,79 miliar (8,03%).
Komoditas utama yang diekspor ke China sepanjang Januari hingga Desember 2023 yakni feronikel senilai US$14,95 miliar atau 23,02% dari total ekspor ke negara tersebut.
Di sisi impor, Pudji menjelaskan nilainya yang sebesar US$221,88 miliar mengalami penurunan 6,55% dari tahun sebelumnya. Ekspor migas senilai US$35,83 miliar atau turun 11,35%, sedangkan ekspor nonmigas US$186,05 miliar atau turun 5,57%.
Penyumbang utama penurunan total nilai impor adalah impor bahan baku/penolong yang turun 11,09%, yang utamanya didorong penurunan impor komoditas bahan bakar mineral. Sementara itu, impor barang konsumsi dan barang modal tumbuh masing-masing 8,64% dan 7,78%.
Dilihat dari peranannya terhadap total impor pada sepanjang 2023, kontribusi tertinggi masih didominasi oleh China senilai US$62,18 miliar (28,02%); diikuti oleh Jepang US$16,44 miliar (7,41%); dan Thailand US$10,14 miliar (4,57%).
"Dengan Tiongkok, komoditas yang paling banyak diimpor Indonesia adalah berupa smartphone dengan nilai US$1,95 miliar atau mencakup 3,14% dari total impor dari Tiongkok," ujarnya.
Secara bulanan, neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2023 juga mengalami surplus US$3,31 miliar. Surplus ini melanjutkan tren yang terjadi sejak Mei 2020 atau selama 44 bulan beruntun.
Surplus ini terutama berasal dari sektor nonmigas senilai US$5,20 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,89 miliar. (sap)