ANALISIS TRANSFER PRICING

Meninjau Penilaian Risiko Transfer Pricing

Redaksi DDTCNews
Kamis, 19 September 2019 | 14.15 WIB
ddtc-loaderMeninjau Penilaian Risiko Transfer Pricing
DDTC Consulting

SEJALAN dengan ekonomi global yang semakin terbuka, perusahaan multinasional (multinational enterprise/MNE) juga semakin mudah mengatur perencanaan pajaknya. Kondisi ini menyebabkan transfer pricing menjadi isu pajak internasional yang penting bagi wajib pajak dan otoritas pajak.

Transfer pricing dilihat sebagai salah satu risiko pajak paling signifikan yang harus dikelola. Karena itu, otoritas pajak perlu melakukan penilaian risiko transfer pricing untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan sebagai upaya intensifikasi pajak dengan cara efisien.

Berdasarkan Paragraf 5.10 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Transfer Pricing Guidelines, penilaian risiko tersebut merupakan tahapan dasar dalam memproses seleksi atas kasus yang tepat dan memfokuskan pemeriksaan terhadap isu yang paling penting.

Dalam merancang penilaian risiko transfer pricing, masing-masing negara mempunyai pendekatan yang berbeda sesuai dengan kondisinya. Pendekatan dapat ditetapkan berdasarkan beberapa hal, di antaranya pendekatan transaksional, yurisdiksi, dan risiko (Darussalam, Septriadi, & Kristiaji, 2013).

Pendekatan dalam merancang penilaian risiko transfer pricing berdasarkan manajemen risiko merupakan pendekatan yang dipertimbangkan sebagai metode yang efektif untuk menunjang kegiatan administrasi pajak dengan sumber daya terbatas.

Manajemen risiko pajak terdiri atas dua bagian, termasuk risiko untuk mendapatkan profil risiko wajib pajak dan pengalokasian terhadap risiko tersebut (Thi, Mortimer, & Pinto, 2014). Dengan mengetahui tinggi rendahnya risiko wajib pajak, otoritas pajak dapat menyeleksi kasus yang tepat dengan mudah.

Berdasarkan Paragraf 5.12 OECD TP Guidelines, penilaian risiko transfer pricing dapat diidentifikasi dari berbagai sumber data di antaranya melalui lampiran Surat Pemberitahuan (SPT), kuesioner wajib pajak, dokumentasi transfer pricing, data tahun sebelumnya, dan informasi lain mengenai wajib pajak.

Kegiatan penilaian risiko meliputi identifikasi risiko yang ditanggung wajib pajak melalui sumber data yang ada untuk dikategorikan dalam level risiko yang akhirnya menghasilkan laporan akhir penilaian risiko. Laporan akhir ini akan menjadi dasar dalam memutus tindakan pemeriksaan transfer pricing.

Risiko pemeriksaan transfer pricing umumnya timbul dari tiga faktor. Pertama, risiko administrasi pajak terhadap wajib pajak yang terlibat dalam transaksi lintas batas dengan pihak afiliasi yang berulang sehingga berpotensi mengikis basis pajak suatu negara.

Kedua, risiko yang timbul sehubungan dengan transaksi dengan nominal besar, seperti pengalihan aset tidak berwujud atau restrukturisasi bisnis. Ketiga, risiko yang timbul karena ketidakpatuhan wajib pajak itu sendiri (OECD, 2013).

Ditinjau dari sisi wajib pajak, identifikasi potensi risiko transfer pricing dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) yang diwujudkan ke dalam dokumentasi transfer pricing.

Wajib pajak akan memberikan perhatian lebih terhadap pengawasan dan biaya kepatuhan pajak apabila wajib pajak menanggung risiko transfer pricing yang tinggi berdasarkan dokumentasi transfer pricing tersebut.

Risiko Tinggi
BERDASARKAN draf handbook penilaian risiko transfer pricing yang disusun Steering Committee OECD Global Forum dalam transfer pricing, terdapat beberapa transaksi yang kemungkinan terpapar risiko transfer pricing yang tinggi.

Pertama, profitabilitas perusahaan. Perusahaan menanggung risiko transfer pricing yang tinggi ketika rasio profitabilitas perusahaan dinyatakan di luar rentang dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama.

Selain itu, perusahaan juga harus menanggung risiko yang tinggi ketika perusahaan atau grup secara keseluruhan mengalami kerugian dan ketika perusahaan melakukan pengalihan keuntungan ke yurisdiksi pajak dengan tarif yang lebih rendah.

Kedua, transaksi jasa intragrup. Perusahaan induk biasanya menyediakan jasa administrasi umum, jasa teknis atau manajemen untuk anggota grup usaha. Transaksi intragrup yang dilakukan perusahaan akan berisiko tinggi tergantung pada biaya yang dikenakan dan hasil dari uji manfaat yang dilakukan.

Ketiga, royalti, biaya manajemen, dan pembayaran premi asuransi. Penggunaannya secara eksesif kepada afiliasi, terutama yang dilakukan ke negara dengan tarif pajak rendah, akan berisiko tinggi bagi perusahaan karena transaksi tersebut dapat menimbulkan kebocoran penerimaan pajak.

Keempat, pemanfaatan harta tak berwujud. Merek dagang, hak cipta, dan paten merupakan aset yang kompleks untuk dinilai, sulit dalam identifikasi biaya penelitian dan pengembangan, serta sulit untuk memperkirakan laba dari transfer aset tidak berwujud tersebut.  

Kelima, restrukturisasi bisnis. Masalah transfer pricing terkaid dengan restrukturisasi bisnis bisa sangat kompleks sehingga risiko yang ditimbulkan juga tinggi. Hal ini disebabkan transfer aset restrukturisasi dapat menimbulkan penilaian yang sulit dan masalah dalam penentuan harga transfer lainnya.

Singkatnya, penilaian risiko transfer pricing berperan penting terhadap wajib pajak dan otoritas pajak. Bagi wajib pajak, penilaian risiko dapat menjadi tolok ukur menentukan tingkat risiko yang dihadapi. Sementara itu, bagi otoritas pajak, penilaian risiko bertujuan meningkatkan kualitas pemeriksaan.

Setelah mengetahui urgensi penilaian risiko transfer pricing, diharapkan ada keselarasan antara wajib pajak dan otoritas pajak. Keselarasan itu akan tercapai dengan syarat antara lain terdapat kepastian mengenai hasil, transparansi yang memadai, dan kerja sama antara kedua belah pihak.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.