PERTUKARAN INFORMASI

Mengatur Kerahasiaan & Keterbukaan Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 09 Juni 2016 | 13:28 WIB
Mengatur Kerahasiaan & Keterbukaan Pajak

PADA era globalisasi kini, transparansi dan pertukaran informasi yang dilakukan oleh otoritas pajak merupakan suatu tindakan yang efektif untuk menelusuri apakah wajib pajak (WP) menyembunyikan pendapatan dan aset mereka di tempat-tempat yang memberikan keuntungan perpajakan atau tidak.

Namun dalam implementasinya, masing-masing negara perlu mengatur lebih lanjut mekanisme pertukaran informasi dengan memperhatikan hak-hak WP. Tujuannya agar kekuasaan otoritas pajak tidak menjadi kekuasaan yang tanpa batas, yang mengabaikan hak-hak WP.

‘Stronger power or tax authorities must be combined with a stronger protection of taxpayers’ rights, since taxpayer may not just be the object of mutual assistance on information concerning him, but should also receive an effective and timely protection of his/her/its right to confidentiality.’

Baca Juga:
Dalami Pajak, Buku Baru Terbitan DDTC Ini Penting Jadi Bekal Awal

Kutipan itu mungkin bisa mewakili pesan dari berjudul ‘Tax Secrecy and Tax Transparency: The Relevance of Confidentiality in Tax Law’ ini. Inilah buku yang berupaya mencari format terbaik atas praktik tax secrecy dan tax transparency sesuai dengan proporsinya.

Buku yang ditulis praktisi dan akademisi pajak dari berbagai negara ini berisi bagaimana masing- masing negara memandang perlakuan pertukaran informasi pajak dan transparansi pajak serta bagaimana dampak dari perlakuan tersebut.

Buku yang terdiri atas 38 bab ini terbagi menjadi dua bagian. Pokok bahasannya tentang perbedaan dan persamaan tax secrecy dan tax transparency di 37 negara. Buku ini juga menyoroti kelebihan dan kelemahan dari kebijakan yang dilaksanakan masing-masing negara itu berdasarkan data empiris.

Baca Juga:
Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Praktisi dan akademisi yang berkontribusi dalam penulisan buku yang disunting oleh Eleonor Kristofferson, Michael Lang, Pasquale Pistone, Josef Schuch, Claus Staringer, Alfred Storck ini berasal dari berbagai negara yang berbeda, namun memiliki latar belakang sama, hukum pajak.

Bab pertama buku yang dirilis PL Academic Research pada 2013 ini mengkaji mengenai isu umum yang melibatkan kerja sama di antara otoritas pajak dan WP. Bab ini membahas area di mana dan bagaimana seharusnya kerja sama antara WP dan otoritas pajak.

Tiap bab dalam buku setebal 1.215 halaman ini membahas negara-negara yang berbeda, yang kemudian pada setiap bab akan diuraikan kembali menjadi sub-bab yang sebagian besar ditulis dengan sistematika yang sama.

Baca Juga:
Mengupas Tantangan Pajak Akibat Mobilitas Individu di Era Digital

Diawali dengan gambaran umum, cara pengumpulan data oleh otoritas pajak negara tersebut, hubungan khusus dengan pihak tertentu (bank, pengacara pajak/ konsultan pajak), pertukaran informasi, akses untuk mendapatkan data WP, serta penjelasan dan konsekuensi pelanggaran.

Perbedaan Kebijakan

BAGIAN paling menarik dari buku ini terletak pada berbagai cara yang dilakukan otoritas pajak dalam mengumpulkan informasi dari pihak ketiga, salah satunya perbankan. Akan terlihat di sini perbedaan kebijakan dalam mengatur kewenangan otoritas pajak dalam mengakses data perbankan.

Baca Juga:
Incar Data-Data Restoran dan Tempat Hiburan, Petugas Pajak Lakukan Ini

Di Rusia misalnya, data rekening bank yang boleh diminta hanya dalam rangka pemeriksaan pajak. Di Polandia, informasi perbankan yang didapat otoritas pajak hanya dapat digunakan untuk tujuan pemeriksaan kasus pidana.

Kemudian, di Australia, terdapat ketentuan Data-Matching Program (Assistance and Tax Act) 1990 yang memungkinkan otoritas pajak Australia untuk secara rutin dan ekstensif melakukan pertukaran data dengan lembaga pemerintah atau institusi lain.

Berbeda lagi dengan ketentuan yang terdapat di India. Di negara ini, tidak terdapat ketentuan secara formal hukum atas kerahasiaan bank, maupun perlindungan privasi nasabah bank. Adapun, di Swiss, bank memiliki kewajiban untuk merahasiakan hal yang berkaitan dengan informasi nasabah.

Baca Juga:
Merunut Sejarah Perpajakan Tanah Air Sejak Orde Baru hingga Reformasi

Contoh lain adalah di Lieschtenstein. Untuk mendapatkan informasi perbankan, otoritas pajak setempat harus memenuhi dua syarat mendasar, yaitu harus ada pelanggaran dari WP, dan pelanggaran itu telah berada di bawah yurisdiksi pengadilan negeri.

Hal yang membuat buku ini lebih menarik karena terdapat pembahasan mengenai konsekuensi bagi otoritas pajak yang menyalahgunakan data perbankan WP dengan contoh kasus yang mungkin terjadi. Buku yang layak dibaca bagi para permerhati isu perpajakan sekaligus para pengambil kebijakan ini dapat dibaca di DDTC Library.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN