DALAM menghitung atau menentukan penghasilan kena pajak, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) beserta penjelasannya mengatur bahwa besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh beserta penjelasannya tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.45/2019.
Pasal 13 PP 45/2019 mengatur bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut.
1) bukan merupakan objek pajak, 2) pengenaan pajaknya bersifat final, dan/atau 3) dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU PPh dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh.
Dengan demikian, disamping harus berhubungan dengan kegiatan usaha, biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak umum. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajaknya secara final, tidak boleh dikurangkan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak.
Apabila wajib pajak memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak secara final dan nonfinal maka sesuai Pasal 27 ayat (1) PP 45/2019, wajib pajak tersebut wajib menyelenggarakan pembukuan secara terpisah. Pembukuan secara terpisah juga diwajibkan bagi wajib pajak yang memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak, atau wajib pajak yang mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A UU PPh.
Pembukuan terpisah tersebut dimaksudkan agar wajib pajak dapat memisahkan penghasilan beserta biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan tersebut. Namun, apabila biaya tersebut tidak dapat dipisahkan untuk penghasilan yang pajaknya final dan tidak final (dapat juga penghasilan yang objek pajak atau bukan objek pajak) maka pembebanannya dialokasikan secara proporsional sesuai ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) PP 45/2019.
Untuk mengetahui tata cara penghitungan pengalokasian biaya secara proporsional dapat dilihat pada contoh kasus berikut.
Contoh Kasus
PT Sejahtera Karya bergerak dalam bidang konstruksi yang dikenakan pajak secara final. Dalam suatu tahun, PT Sejahtera Karya memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
Terdapat biaya bersama sebesar Rp250.000.000 atas jumlah penghasilan bruto tersebut yang tidak dapat dipisahkan. Berapakah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak PT Sejahtera Karya?
Biaya yang dapat dikurangkan dihitung menggunakan pembebanan proporsionalitas sebagai berikut:
Biaya yang dapat dikurangkan | = (penghasilan yang dikenakan pph secara tidak final / jumlah penghasilan bruto) x biaya bersama |
= ( 200.000.000 / 500.000.000) x 250.000.000 | |
= 100.000.000 |
Dengan demikian, biaya yang dapat dikurangkan PT Sejahtera Karya untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah Rp100.000.000.*