Dormauli Justina,
PAJAK sering kali disalahartikan sebagian masyarakat sebagai bentuk pengekangan ekonomi karena identik dengan pungutan yang harus disetorkan kepada pemerintah dalam besaran nominal tertentu.
Kesalahpahaman tersebut diakibatkan ketidaktahuan masyarakat mengenai cara pemerintah menyelenggarakan kehidupan negara melalui penggunaan 3 jenis pendapatan, yakni pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah.
Penerimaan pajak sendiri merupakan bentuk pendapatan negara yang paling potensial karena bersumber dari aktivitas di dalam negeri dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai dengan kebutuhan dan kondisi (Hutagaol, 2007).
Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, bagaimana peran pajak, terutama dalam menciptakan herd immunity? Percepatan penciptaan herd immunity perlu dilakukan untuk menangani pandemi yang telah berdampak pada berbagai bidang, seperti kesehatan, ekonomi, dan Pendidikan.
World Health Organization (WHO) menjelaskan herd immunity sebagai perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika suatu populasi kebal, baik melalui vaksinasi maupun infeksi sebelumnya. Dalam konteks ini, vaksinasi seharusnya lebih masif dilakukan.
Namun, program vaksinasi membutuhkan dana yang besar. Saat ini, pemerintah juga terus menggencarkan program vaksinasi karena masih belum memenuhi target dari total jumlah penduduk. Di sinilah pajak menjalankan perannya untuk merealisasikan program tersebut.
Ada 3 alur yang perlu diperhatikan dalam merespons kondisi pandemi untuk pemulihan berbagai bidang, terutama ekonomi. Pertama, pengelolaan pajak. Aspek ini dapat dilihat dari ketepatan terkait dengan wajib pajak, penggunaan hasil pungutan pajak, dan pertanggungjawaban penggunaannya.
Jumlah wajib pajak yang telah memenuhi kewajiban pelaporan dan penyetoran pajak masih belum optimal. Masih ada wajib pajak yang belum mengerti cara pelaporan pajak. Kemudian, masih ada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban penyetoran pajak.
Padahal, pajak yang terkumpul akan dikelola pemerintah untuk pembangunan. Khusus dalam situasi saat ini, kebutuhan yang mendesak adalah program vaksinasi.
Untungnya, pada tahun ini, DJP meluncurkan 4 aplikasi berbasis analisis data, yakni Abililty to Pay (ATP), Smartweb, Compliance Risk Management (CRM) Fungsi Transfer Pricing (TP) dan Dashboard WP KPP Madya. Terobosan ini diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan dan kerja sama masyarakat.
Berdasarkan pada data DJP, sekitar 82,85% penerimaan negara dari pajak. Pada tahun ini, untuk memberikan vaksin gratis, ada alokasi dana program vaksinasi sekitar Rp58,11 triliun dan bantuan operasional kesehatan (BOK) vaksinasi senilai Rp3,3 triliun.
Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi wajib pajak untuk tidak memenuhi kewajibannya karena. Adapun pengetahuan terkait dengan pajak (literasi pajak) baik melalui sosialisasi maupun bantuan teknis lainnya tetap perlu digencarkan.
Kedua, vaksinasi merupakan program besar dan bersifat mendesak. Ketepatan dalam program vaksinasi dapat dilihat dari distribusi vaksin. Program ini tidak akan berhasil menciptakan herd immunity apabila distribusinya dilakukan dengan sistem tebang pilih.
Hingga akhir Juli 2020, masih ada wilayah di Indonesia yang menerapkan penerima vaksin harus memiliki kartu tanda penduduk (KTP) domisili. Praktik ini menjadi penghambat vaksinasi serta berisiko tidak tepat sasaran. Terlebih, masih ada warga yang belum mempercayai efektivitas vaksinasi.
Untung saja vaksinasi tidak mensyaratkan hanya bagi warga yang taat pajak. Seandainya pemerintah memasukkan variabel ini sebagai syarat pendaftaran, mungkin kisah program vaksinasi akan makin runyam karena kepatuhan pajak masih belum optimal.
Ketiga, pemulihan ekonomi nasional. Alur ini sebenarnya bisa segera dilakukan bertahap apabila alur kedua sudah terlaksana dengan tepat. Herd immunity diharapkan mampu menciptakan aktivitas kembali normal sehingga kegiatan perekonomian dapat bergerak Kembali.
Kegiatan perekonomian yang nantinya berjalan juga akan mengalami banyak perubahan. Hal ini terutama menyangkut transaksi. Konsekuensi dari perubahan ini memunculkan banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Salah satunya terkait dengan perlindungan konsumen.
Sebagus apapun desain program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tidak akan pernah berhasil memperbaiki keadaan selama tidak dilandasi ketepatan, kepercayaan, dan kerja sama. Mari, segenap lapisan masyarakat, kita bahu-membahu memulihkan negeri.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.