LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Insentif Diskon PPN Sementara, Kenapa Tidak?

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 07 November 2020 | 09.01 WIB
ddtc-loaderInsentif Diskon PPN Sementara, Kenapa Tidak?

Dearest Zainul Hamid,

Nganjuk, Jawa Timur

BADAN Pusat Statistik telah mengonfirmasi Indonesia mengalami resesi tahun ini. Menanggapi situasi ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa stimulus perekonomian untuk mencegah semakin memburuknya kinerja perekonomian di Indonesia.

Salah satu stimulus yang dikeluarkan adalah insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk manufaktur. Instrumen insentif PPh 21 ini menjadi strategi pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat.

Insentif PPh 21 DTP tidak ditujukan untuk semua pekerja di Indonesia, tetapi hanya ditujukan untuk pekerja manufaktur dan 18 sektor lain. Sektor manufaktur memang penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar di Indonesia, yaitu 19,98% pada kuartal I/2020.

Namun, bila tujuan insentif itu mendorong daya beli, tetapi yang diberikan hanya pekerja industri manufaktur, hal ini tentu kurang tepat sasaran. Industri manufaktur memang penyumbang PDB terbesar, tetapi 19,98% itu menunjukkan ada kontribusi 80,02% dari lapangan usaha lainnya.

Realisasi pemanfaatan insentif PPh 21 DTP juga menunjukkan insentif ini kurang efektif mendorong daya beli masyarakat. Hingga 6 Agustus 2020, realisasinya baru Rp16,6 triliun. Realisasi pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP baru Rp1,18 triliun atau 3% dari total pagu Rp39,66 triliun.

Untuk mendongkrak daya beli ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Salah satunya memberikan insentif pajak yang dapat dirasakan langsung oleh konsumen. Ada dua jenis pungutan yang berpengaruh langsung terhadap daya beli, yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) dan cukai.

Pemerintah dapat memberikan insentif pajak berupa diskon PPN sementara. Hal ini ditujukan untuk merangsang permintaan konsumen untuk menjaga daya beli. Diskon PPN sementara merangsang permintaan jikka pertumbuhan tetap lambat setelah pembatasan jarak sosial dilonggarkan.

Pemotongan PPN sementara dapat merangsang pembelian konsumen dengan mengurangi harga setelah pajak yang dibayar individu untuk barang dan jasa. Hal ini dapat meningkatkan pembelian barang konsumen melalui dua cara.

Pertama, efek pendapatan. Dengan mengurangi harga barang/jasa yang dibeli konsumen, diskon PPN membuat uang masuk ke kantong konsumen menjadi lebih banyak. Selama konsumen memakai uang ini untuk pembelian tambahan, hal ini menstimulasi pengeluaran dan aktivitas ekonomi.

Kedua, efek substitusi. Konsumen memiliki insentif untuk memajukan pembelian guna memanfaatkan harga yang lebih rendah saat diskon PPN diberlakukan. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan sementara. Kedua kekuatan ini tentu akan meningkatkan output melalui efek berganda.

Pembelian barang/jasa yang lebih besar selama diskon PPN akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi mereka yang menghasilkan barang/jasa tersebut. Dengan demikian, akan meningkatkan lapangan pekerjaan. Hal ini sangat bernilai saat tingkat pengangguran masih tinggi.

Stimulus ini bisa berjalan baik jika diterapkan tepat waktu. Diskon PPN berdampak kecil jika diberlakukan saat supply terbatas dan ketidakpastian akibat pandemi tinggi. Karena diskon ini cepat dan mudah diterapkan, pemerintah lebih baik menunggu seberapa cepat konsumsi pulih.

Tiga Bidang
SELAMA ini, kontribusi PPN terhadap pendapatan negara cukup besar, sehingga diskon PPN akan berdampak cukup besar terhadap penurunan pendapatan. Namun, diskon PPN dapat mendongkrak daya beli masyarakat yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian negara.

Stimulus diskon PPN dapat dipertimbangkan setidaknya untuk tiga bidang. Pertama, PPN antarkorporasi pada rantai pasokan. Selama ini, perusahaan yang membeli pasokan dari perusahaan lain untuk proses produksi juga dikenakan PPN.

Insentif PPN yang ditanggung pemerintah untuk korporasi, khususnya bagi sektor usaha kecil dan menengah akan mengurangi biaya produksi. Dengan demikian, produsen dapat menjual produknya dengan harga lebih murah dan berdampak langsung ke konsumen.

Kedua, PPN di logistik. Biaya logistik yang ditanggung pengusaha cukup besar, rata-rata 27% dari total biaya produksi. Dari biaya logistik itu, ada PPN yang harus ditanggung korporasi. PPN sektor logistik ini memengaruhi penurunan biaya logistik yang berdampak pada harga jual ke konsumen.

Ketiga, PPN di tingkat konsumen akhir. Pemerintah juga bisa memberikan insentif PPN yang ditanggung pemerintah untuk kategori barang tertentu, seperti jasa pendidikan dan jasa transportasi yang krusial bagi masyarakat.

Pemberian insentif ini diharapkan mendongkrak daya beli masyarakat, sehingga mendorong ekonomi lebih bergairah. Diskon PPN dapat diberikan dalam jangka tertentu pada masa pemulihan ekonomi, tetapi sebaiknya jangan terlalu besar sehingga tidak merusak pendapatan negara.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.