Anisa Mahadewi,
BELAKANGAN, wacana mengenai pemberlakuan pajak 0% untuk pembelian mobil baru menjadi polemik di masyarakat. Memang, sektor otomotif sebagai penyumbang besar pasar industri di Indonesia mengalami penurunan selama 3 tahun ini, khususnya pada masa pandemi ini.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil yang pada awal 2018 mencapai 763.444 unit mengalami penurunan 103.158 unit atau 13,5% pada 2019. Pada Januari-Agustus 2020, penjualan tersebut turun kembali hingga 44,86% atau hanya 364.034 unit.
Itulah sebabnya, Kementerian Perindustrian mendesakkan usul pembebasan pajak mobil baru kepada Kementerian Keuangan. Pembebasan pajak itu ditimbang dapat menjadi katalis pemulihan industri otomotif sekaligus memperkuat perekonomi bangsa pada masa pandemi ini.
Kemenperin memperkirakan pembebasan pajak mobil baru ini akan menaikkan penjualan mobil 75%–80%, yang otomatis akan dirasakan 1,5 juta orang yang bekerja di dalamnya. Karena di samping mendorong penjualan, insentif tersebut juga akan meningkatkan produksi.
Kebijakan penurunan pajak mobil juga sudah diterapkan Malaysia dan berlaku hingga akhir 2020, Untuk mobil rakitan diberikan insentif bebas pajak 100% dan mobil impor 50%.Hasilnya, penjualan mobil baru di Malaysia pada Juli 2020 naik 13,2% di tengah perlambatan ekonomi akibat pandemi.
Di Indonesia, pajak yang wajib dibayar saat membeli mobil baru berkisar 30%. Pajak itu terdiri atas pajak pertambahan nilai 10% dari harga mobil, pajak penjualan barang mewah rata-rata 15%, bea balik nama kendaraan bermotor 12,5%, dan pajak kendaraan bermotor 2,5% dari harga mobil.
Contoh, membeli mobil seharga Rp100 juta. Dari harga tersebut, pembeli wajib membayar Rp140 juta, dan Rp40 juta-nya merupakan pajak. Hal ini tentu menjadi pertimbangan saat membeli mobil dikarenakan pajak yang tinggi.
Di sisi lain, ada juga yang memberi tanggapan kritis terhadap wacana pembebasan pajak mobil baru. Kebijakan ini dipandang akan menjadi pukulan besar untuk pasar mobil bekas. Sebab, jika pajak mobil baru dibebaskan, maka harga mobil baru dan mobil bekas akan bersaing.
Harga mobil bekas berkisar 50%–70% dari harga mobil baru. Jika pajak mobil baru dihapuskan, pembeli tentu akan lebih memilih membeli mobil baru, yang harganya sama dengan mobil bekas. Dengan demikian, pasar mobil bekas akan mengalami kemunduran.
Selain itu, kebijakan ini juga dapat menimbulkan macet di kemudian hari. Semakin rendah harga mobil, semakin tinggi pula konsumsi masyarakat terhadap mobil. Hal ini juga menjadi kendala bagi transportasi umum karena masyarakat akan memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Pasar Menunggu
MENANGGAPI usulan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sedang melakukan kajian terhadap usulan tersebut. Akhir Oktober ini, usulan tersebut ditolak. Namun, ada masa sebulan di mana pasar sempat menunggu, yang akhirnya justru merugikan semua pihak.
Kebimbangan dalam mengambil tindakan atau regulasi jelas mengakibatkan kegelisahan pada masyarakat. Hal ini terlihat dari penjual mobil bekas yang mulai menurunkan harga mobilnya untuk mengantisipasi disetujuinya kebijakan ini hingga waktu yang belum diketahui.
Hal ini membuat pelaku industri otomotif resah. Konsumen juga menanti kejelasan tindakan pemerintah. Situasi saling tunggu ini tentu tidak bagus untuk ekonomi. Pemerintah harus segera menentukan kebijakan yang tepat untuk mencegah sektor otomotif kian terpuruk pada masa pandemi ini.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.