KONSULTASI

Apakah Alat Rapid Test Masih Bisa Dapat Fasilitas Perpajakan?

Redaksi DDTCNews
Selasa, 27 Oktober 2020 | 10.56 WIB
ddtc-loaderApakah Alat Rapid Test Masih Bisa Dapat Fasilitas Perpajakan?

Charles Limin,

Kadin Indonesia

Pertanyaan:
SAYA Khurnais, pegawai bagian administrasi dan keuangan di perusahaan importir dan distributor alat-alat kesehatan. Saya ingin menanyakan apa benar saat ini alat rapid test tidak lagi mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berdasarkan PMK 34/2020?

Jika benar, saat ini alat kesehatan apa saja yang masih diberikan fasilitas? Kemudian, apakah terdapat perubahan ketentuan terkait dengan pengajuan permohonan untuk mendapatkan fasilitas tersebut?

Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan Pak Khurnais. Pertama-tama, perlu diketahui, PMK 34/2020 telah mengalami dua kali perubahan, terakhir oleh PMK 149/2020. Dalam aturan terbaru tersebut terdapat beberapa penyesuaian, termasuk didalamnya perubahan Lampiran A.

Lampiran peraturan tersebut memuat berbagai jenis barang yang dapat diberikan fasilitas kepabean dan/atau cukai serta fasilitas kepabean. Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan yang dimaksud berupa:

  1. pembebasan bea masuk dan/atau cukai.
  2. tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
  3. dibebaskan dari pungutan PPh pasal 22.

Adapun alat rapid test sudah tidak lagi termasuk kelompok barang yang mendapat fasilitas kepabean dan/atau cukai serta perpajakan. Namun, ada beberapa jenis barang yang mendapatkan fasilitas, termasuk kelompok produk PCR Test untuk uji kualitatif Covid-19.

Dalam pasal 3 PMK 34/2020, untuk mendapatkan fasilitas kepabean dan/atau cukai serta perpajakan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat pemasukan atau pengeluaran barang.

Adapun permohonan tersebut paling sedikit dilampiri dengan:

  1. identitas orang;
  2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  3. perincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan beserta perkiraan nilai pabeannya; dan
  4. uraian mengenai tujuan penggunaan barang yang dimintakan fasilitas kepabean dan/atau cukai serta perpajakan.

Permohonan ini disampaikan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window.

Dalam hal terdapat ganguan operasional atas portal DJBC atau Sistem Indonesia National Single Window, permohonan dapat disampaikan secara tertulis disertai dengan:

  1. lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam bentuk hard copy.
  2. hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpanan data elektronik dalam bentuk softcopy.

Adapun mekanisme pengajuan tidak diperlukan untuk impor barang kiriman dengan nilai pabean tidak melebihi FOB US$500 per penerima barang per kiriman dan diselesaikan menggunakan Consignment Note (CN).

Selain itu, mekanisme pengajuan juga tidak dibutuhkan untuk barang bawaan penumpang dengan nilai pabean tidak melebihi FOB US$500 untuk setiap kedatangan dan diselesaikan dengan menggunakan mekanisme customs declaration.

Selanjutnya, fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas barang kiriman diberikan setelah penyelenggara pos atau penerima barang menyampaikan NPWP dalam CN. Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga dapat membantu Bapak.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.