RANCABUNGUR, DDTCNews – Kebijakan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yang tiap tahun menaikan nilai jual obyek Pajak (NJOP) hingga berkali-kali lipat memicu protes dari para wajib pajak dan berimbas pada rendahnya minat warga membayar pajak bumi dan bangunan (PBB).
Salah satu wajib pajak asal Kecamatan Rancabungur, Mulyadi Setiawan menerangkan obyek pajak yang ada di Keacamatan Rancabungur mayoritas adalah lahan pertanian. Kalau pajak naik sama artinya Pemerintah Kabupaten Bogor, tidak memedulikan para petani tersebut.
“Kami bingung, kenapa kenaikan NJOP bisa mencapai 100%. Warga bukannya tak mau membayar PBB, tapi kami minta Dispenda menjelaskan dulu, apa dasar menaikan NJOP hingga 100% dari tahun sebelumnya,” ujarnya, Senin (5/9).
Selain di Rancabungur, kenaikan NJOP pun menuai keluhan, seperti yang diungkapkan oleh Asnawi salah satu warga Desa Cibeuteung Udik. “Tanah saya lokasinya jauh dari jalan, tapi NJOP nya tinggi, tidak sesuai dengan nilai jual,” katanya.
Hingga kini, Kepala UPT Pajak VIII yang meliputi Kecamatan Rancabungur, Kemang dan Ciampea Sampe Puarinas Siregar, belum bisa dimintai tanggapannya, karena saat dimintai keterangannya yang bersangkutan sedang tidak ditempat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, kenaikan NJOP tersebut diduga kuat sebagai upaya Dispenda dalam mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD), karena dari berbagai jenis sumber pajak yang ada, PBB menempati urutan kedua penyumbang PAD setelah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Sementara itu, seperti dilansir dalam bogoronline.com, meski PBB menempati urutan kedua sebagai penyumbang PAD tertinggi, untuk kas daerah setelah BPHTB, namun ironisnya tunggakan PBB yang belum tertagih hingga tahun 2016 ini hampir menembus angka Rp1 triliun. (Amu)