PAJAK INTERNASIONAL

Interpretasi P3B Harus dengan Itikad Baik, Apa Arti Itikad Baik?

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 28 Maret 2020 | 14:31 WIB
Interpretasi P3B Harus dengan Itikad Baik, Apa Arti Itikad Baik?

DALAM melakukan interpretasi perjanjian internasional, termasuk perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty, harus didasarkan “good faith” atau “itikad baik” sesuai dengan maksud dan tujuan yang diberikan oleh perjanjian yang disepakati bersama.

Keharusan untuk mengintepretasikan dengan “itikad baik” dinyatakan dalam rumusan Pasal 31 ayat (1) dari Vienna Convention on the Law of Tax Treaties (VCLT) atau disebut dengan Konvensi Wina (Vienna Convention) sebagai berikut ini.

A treaty shall be interpreted in good faith in accordance with the ordinary meaning to be given to term of the treaty in their context and in the light of its object and purpose.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Pertanyaan selanjutnya, apa yang dimaksud dengan “itikad baik” tersebut? Menurut Juan Angel Becerra (2007), yang dimaksud dengan “good faith” meliputi hal-hal sebagai berikut.

  1. Interpretasi atas P3B harus menjamin bahwa maksud dan tujuan yang diinginkan dalam perjanjian tersebut dapat tercapai;
  2. Apabila suatu interpretasi menghasilkan dua penafsiran, di mana interpretasi pertama telah sesuai dengan maksud dan tujuan perjanjian yang dibuat, sedangkan interpretasi kedua tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perjanjian, maka interpretasi pertama yang dipakai;
  3. Subjek pajak akan dianggap melakukan interpretasi sesuai dengan “itikad baik” ketika subjek pajak tersebut memperoleh konsultasi dari konsultan pajak yang reputasinya sudah diakui di negara subjek pajak berdomisili atau dari negara lainnya;
  4. Interpretasi yang “itikad baik” selalu mengikuti arti yang terdapat dalam context suatu perjanjian. Interpretasi secara literal yang menghasilkan suatu penafsiran yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya P3B tidak dapat dipertimbangkan;
  5. Otoritas pajak harus diasumsikan melakukan interpretasi suatu perjanjian dengan “itikad baik” ketika mereka melakukan interpretasi dengan cara berunding dengan pihak lainnya, tanpa memperhatikan apakah kesepakatan bersama (mutual agrément procedure/MAP) tercapai atau tidak dalam proses perundingan tersebut;
  6. Ketika otoritas pajak melakukan mutual agreement procedure (MAP) untuk menyelesaikan masalah pemajakan berganda yang dialami oleh subjek pajak, otoritas pajak harus mencapai kesepakatan yang dapat menghilangkan pemajakan berganda tersebut;
  7. Suatu perubahan ketentuan perundang-undangan yang terjadi setelah diberlakukannya P3B tidak seharusnya merubah atau mempengaruhi kesepakatan bersama yang telah dicapai pada saat P3B tersebut disepakati. Jika terjadi perubahan atas ketentuan perundang-undangan, dan ada keinginan untuk mempertimbangkan perubahan yang terjadi tersebut maka harus melalui suatu protokol perubahan atau dengan membuat P3B yang baru sesuai dengan prosedur yang dipersyaratkan oleh konstitusi yang berlaku di masing-masing negara agar dapat bersifat mengikat;
  8. Adanya pernyataan dari Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang menyatakan bahwa P3B harus diinterpretasikan dengan “itikad baik”;
  9. Dalam hal terjadi keraguan, interpretasi yang dinyatakan “itikad baik” adalah interpretasi yang menguntungkan wajib pajak.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN