JAKARTA, DDTCNews – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memandang meski Indonesia sudah merdeka sejak 71 tahun lalu, namun saat ini Indonesia masih belum betul-betul merdeka dalam hal ekonomi.
Menurutnya, saat ini Indonesia masih memiliki berbagai persoalan ekonomi yang menunggu untuk diselesaikan mulai dari tingkat kesenjangan, pengangguran, hingga korupsi. Dia menilai masih ada parktik penyimpangan dalam penyelenggaraan negara.
“Regulasi ekonomi harus sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945. Kedaulatan negara, ekonomi harus dijaga,” ujarnya saat mengisi acara seminar nasional yang digelar Institut STIAMI, Jakarta, Sabtu (17/9).
Hidayat mengaku prihatin dengan kondisi utang Indonesia yang kian membengkak, terlebih saat Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan akan melakukan pinjaman lagi untuk membayar bunga atas utang negara.
Dia meminta Pemerintah Indonesia bisa menjaga integritas negara dengan tetap mempertahankan mata uang Rupiah sebagai mata uang resmi di Indonesia. “Jangan sampai Indonesia seperti Zimbabwe yang karena terlalu banyak utang, akhirnya mengubah mata uangnya menjadi Renmimbi,” imbuhnya.
Hidayat khawatir situasi ekonomi yang tengah tidak stabil ini mengakibatkan kepercayaan global terhadap Indonesia menurun.
Pada kesempatan yang sama, bakal calon Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menuturkan saat ini angka pengangguran di Indonesia meningkat lantaran melemahnya sektor industri dan pertanian. Dia meminta pemerintah fokus pada persoalan-persoalan ekonomi seperti ini.
“Pengangguran menyumbang tingkat konsumsi yang berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi. SDM Indonesia perlu dikembangkan baik hard skill maupun soft skill” tutur Sandiaga.
Sementara itu, Partner Research and Training DDTC Bawono Kristiaji memandang kebijakan tax amnesty yang tengah berjalan saat ini telah menjadi jembatan menuju babak baru sistem perpajakan yang berkeadilan.
Seperti diketahui, meski sudah berjalan sejak Juli 2016 lalu, tax amnesty tidak terlepas dari berbagai persoalan yang belakangan ini menghampirinya, seperti munculnya beberapa gugatan atas Undang-Undang Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi.
“Tax amnesty sebenarnya hal yang lumrah untuk dilakukan, karena sudah ada 37 negara yang sudah menerapkannya untuk memperbaiki kepatuhan pajak di negara itu,” jelas Bawono. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.