JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (6/2) kabar datang dari rencana Ditjen Pajak yang akan melakukan pembaruan core tax administration system yang kini sudah uzur. Langkah ini diyakini bakal menambah daya gedor otoritas pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Direktur Peyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan rancangan aturan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) diharapkan dapat segera diteken. Hal ini penting karena dalam rangka perbaikan sistem informasi dan teknologi di Ditjen Pajak.
Sistem teknologi informasi pajak sendiri merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang kini tengah dilakukan oleh Ditjen Pajak. sistem ini menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas Ditjen Pajak termasuk otomasi proses bisnis mulai dari proses pendaftaran wajib pajak, pemrosesan surat pemberitahuan dan dokumen pajak lainnya.
Selain itu, sistem baru nantinya dapat mendukung pemrosesan pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan hingga mendukung fungsi taxpayer accounting.
Berita lainnya datang dari rencana pemerintah memungut pajak dari transaksi dagang elektronik. Berikut ringkasan beritanya:
Luasanya cakupan aktivitas dagang elektronik membuat kebijkan pajak di sektor ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam penerapan pajak bagi pelaku bisnis. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan luasnya cakupan, serta perbedaan karakteristik dalam setiap platform membuat otoritas pajak bersikap realistis. Oleh karena itu, tidak semua platform bisa dimasukkan ke skema beleid terkait pajak dagang elektronik. Untuk mencegah migrasi aktivitas dagang dari platform situs resmi ke ranah media sosial, Ditjen Pajak akan mencari mekanisme pemajakan yang efektif dan efisien untuk pelaku usaha melalui media sosial. Hal ini penting untuk dilakukan untuk menjamin equal treatment bagi semua pelaku usaha.
Rencana pemerintah untuk memungut pajak dari aktivitas bisnis elektronik atau e-commerce masih menimbulkan polemik tersendiri. Rencana implementasi beleid perlakuan fiskal terhadap sektor ini ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Luasnya cakupan bisnis dan beragamnya karakteristik aktivitas bisnis seharusnya membuat pemerintah berhati-hati dalam penerapan aturan ini agar tidak terjadi diskriminasi terkait pajak. Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji yang berpendapat, keputusan yang diambil pemerintah dalam skema pajak tersebut harus menjamin level playing field bahwa tidak ada perlakuan pajak yang berbeda yang kemudian mendistorsi perilaku bisnis. Artinya, beban pajak ketika melakukan transaksi dengan model apa pun akan sama.
Badan Pusat Statistik merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2017 tumbuh 5,07%. Angka ini naik dari pertumbuhan tahun 2016 yang berada di angka 5,03%. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan angka pertumbuhan tahun 2017 relatif baik dengan berbagai ganjalan dan rintangan yang ada salah satunya kelesuan daya beli masyarakat. Sementara itu, Menko Ekonomi Darmin Nasution optimistis ekonomi tahun 2018 akan membaik dan juga daya beli masyarakat akan pulih. Sejumlah perhelatan di tahun 2018 diyakini akan mendongkrang konsumsi masyarakat seperti Pilkada serentak, Asian Games dan pertemuan IMF-World Bank. Untuk target pertumbuhan ekonomi tahun ini cenderung agresif di mana berkisar di angka 5,4% hingga 5,5%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yakin upaya pemerintah mempermudah perizinan usaha akan membuat laju investasi tahun ini akan tumbuh hingga angka 7%. Dia mengatakan, bila investasi bisa menyentuh angka 7,5% maka angka pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa lebih tinggi dari target yang dicanangkan. Menurutnya, optimisme pertumbuhan investasi didorong oleh mulai membaiknya kredit di sektor perbankan dan meningkatnya investasi di pasar modal. Selain itu, dia berharap investasi tinggi tidak hanya ditopang oleh sektor komoditas, tapi juga dari sisi konsumsi masyarakat yang diharapkan terjaga di atas 5% tahun ini. (Amu)