BERITA PAJAK HARI INI

Ditjen Pajak Akan Periksa WP yang Tak Ikut Tax Amnesty

Redaksi DDTCNews
Jumat, 10 Februari 2017 | 09.31 WIB
Ditjen Pajak Akan Periksa WP yang Tak Ikut Tax Amnesty
Ilustrasi

JAKARTA, DDTCNews – Pemeriksaan pajak tahun 2017 ini akan difokuskan pada wajib pajak (WP) yang hingga 31 Maret 2017 tidak juga mengikuti kebijakan amnesti pajak. Kabar tersebut mewarnai topik utama sejumlah media nasional pagi ini, Jumat (10/2).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan mulai 1 April 2017, Pasal 18 UU No.11/2016 tentang Pengampunan Pajak akan dijalankan secara konsisten. Ia menambahkan Ditjen Pajak akan kembali melanjutkan langkah pengiriman surat elektronik (surel) yang berisi data hasil olahan.

Seperti diketahui, dalam Pasal 18 tersebut dikatakan bahwa bagi WP yang tidak mengikuti amnesti pajak, coverage periode daluwarsa diperluas menjadi 30 tahun atau sejak 1 Januari 1985. Harta sejak tahun tersebut yang belum dilaporkan dalam SPT dianggap sebagai tambahan penghasilan dan masih dilakukan penagihan pajak.

Kabar lainnya datang dari paket kebijakan ekonomi yang selama ini dikeluarkan dalam Kabinet Kerja dinilai masih belum efektif dan akan dirilisnya aturan mengenai bea keluar atas mineral dan barang tambang. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Paket Kebijakan Ekonomi Belum Efektif

Paket Kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah sejak 2015 dinilai belum efektif dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi terutama di luar jawa, padahal Kabinet Kerja selalu mengagungkan pembangunan dari ‘pinggiran’. Salah satu penyebab kelemahan paket kebijakan yaitu persyaratan yang sudah berlaku, namun insentif belum juga dikeluarkan.

  • Besok, Aturan Bea Keluar Mineral Dirilis

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait revisi tarif bea keluar konsentrat mineral dan barang tambang sudah final. Sesuai rekomendasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, besaran maksimal tarif ekspor konsentrat adalah 10%. Namun demikian, Suahasil belum ingin membuka berapa tarif yang sudah ditetapkan di dalam PMK tersebut.

  • Pemerintah Bentuk Debt Collector Paket Kebijakan

Pemerintah akan membentuk tim khusus untuk menjadi "debt collector" Paket Kebijakan Ekonomi. Tim tersebut rencananya akan berada di bawah setiap kelompok kerja Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi. Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Eddy Putra Irawady mengatakan tim tersebut akan beranggotakan orang-orang berpengaruh, high profile. Mereka akan ditugaskan untuk menagih pembentukan aturan pelaksana paket, pelaksanaan paket ke setiap kementerian lembaga terkait dan juga daerah.

  • Sinergi Pusat dan Daerah Belum Lancar

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menilai sinergi pembangunan baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah hingga kini belum berjalan efektif. Anggota DPD Adrianus Garu menilai selama ini perencanaan dari daerah cenderung tidak sesuai dengan yang direncanakan pusat. Begitu pula dengan apa yang dikirim oleh pemerintah pusat seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan di daerah.

  • Pengembang Protes Rencana Pajak Progresif Tanah

Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Bidang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Yana Mulyana menyatakan keberatan atas rencana pemerintah mengenakan pajak progresif bagi tanah menganggur. Dia beralasan tanah merupakan barang modal yang menghasilkan nilai tambah bagi pengembang. Menurutnya, pengembang properti sudah terbebani oleh kenaikan nilai jual obyek pajak lahan, terutama di kota-kota besar. Belum lagi biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak bumi dan bangunan, serta pajak penghasilan. Jika pajak baru diberlakukan, Yana memprediksi harga properti bakal meningkat. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.