TOKYO, DDTCNews – Pemerintah Jepang akan menerapkan sistem pajak terbaru atas transaksi mata uang virtual (cryptocurrency). Kebijakan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya praktik penghindaran pajak, khususnya yang dilakukan oleh wajib pajak yang menerima keuntungan besar dari aktivitas cryptocurrency.
Melansir Coin Page, Badan Pajak Nasional (National Tax Agency/NTA) Jepang akan menerapkan sistem pajak penghasilan (PPh) baru itu pada tahun fiskal 2019 periode 1 April 2019 – 31 Maret 2020.
“Dalam kebijakan yang berlaku di Jepang, penghasilan dari aktivitas cryptocurrency dianggap sebagai pendapatan lain-lain yang berada dalam cakupan undang-undang PPh. Wajib pajak yang mendapat penghasilan minimal JPY200.000 (senilai Rp25,50 juta) per tahun harus menyetor pajak,” demikian UU PPh Jepang seperti diberitakan Coin Page, Rabu (5/12).
Banyak wajib pajak yang mendapat keuntungan besar dari transaksi cryptocurrency setelah nilai pasar meningkat tajam pada tahun 2017 dan 2018. Menurut survei NTA, lebih dari 300 orang pada tahun 2017 telah mendapatkan setidaknya JPY100 juta (senilai Rp12,74 miliar) terutama dari aktivitas cryptocurrency.
NTA mengambil langkah untuk mengatasi penghindaran pajak atas pendapatan dari transaksi cryptocurrency karena otoritas pajak menduga kasus pajak ini meningkat seiring dengan pertumbuhan dalam perdagangan mata uang kripto.
Di bawah sistem saat ini, NTA hanya bisa meminta informasi perdagangan mata uang virtual dan bisnis lain pada penggunanya secara sukarela. Melalui sistem baru ini, NTA akan mewajibkan perusahaan untuk memiliki informasi pribadi pelanggan, seperti nama, alamat, dan nomor identifikasi individu 12 digit.
Dalam implementasinya, pemerintah mengizinkan NTA untuk meminta informasi dengan kriteria wajib pajak yang memperoleh setidaknya JPY10 juta dari aktivitas cryptocurrency dan kepada wajib pajak yang lalai melaporkan PPh atas penghasilan minimal JPY5 juta (senilai Rp641,35 juta) aktivitas cryptocurrency.
Ke depannya, sistem pajak cryptocurrency juga akan berlaku untuk usaha e-commerce. Melalui kebijakan ini, NTA memiliki wewenang untuk meminta informasi pribadi seperti keaslian identitas wajib pajak dalam membuat rekening bank yang berpotensi dipalsukan untuk menghindari pengenaan pajak.