BERITA PAJAK HARI INI

Peserta Bertambah, Dana Tebusan Amnesti Masih Minim

Redaksi DDTCNews
Rabu, 22 Maret 2017 | 09.04 WIB
Peserta Bertambah, Dana Tebusan Amnesti Masih Minim

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (22/3) berita mengenai program amnesti pajak yang tinggal menghitung hari menjadi topik utama di beberapa media nasional. Semakin dekat batas akhir waktu program amnesti pajak membuat para wajib pajak berbondong-bondong untuk mengikuti program tersebut.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengklaim hingga pertengahan Maret 2017 jumlah peserta amnesti pajak terus melonjak. Berdasarkan pencatatan Ditjen Pajak, pekan lalu jumlah peserta sekitar 7.000 hingga 9.000 per hari. Jumlah tersebut, berbeda pada saat bulan Januari 2017 yang per harinya hanya sekitar 1.000 peserta.

Adapun periode Februari 2017, rata-rata peserta yang mengikuti program amnesti pajak mencapai kisaran 4.000 per hari. Kendati demikian, melonjaknya jumlah peserta ini tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah uang tebusan yang diterima. Sebab, sebagian peserta yang mengikuti program ini adalah UMKM dengan tarif tebusan kecil sebesar 0,5%. Oleh karena itu, realisasi tebusannya pun juga kecil.

Kabar lainnya datang dari Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) yang mendesak pemerintah untuk segera mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada toko online. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Ini Alasan Meningkatnya Jumlah Peserta Amnesti Pajak di Akhir Periode

Peneliti Pajak DDTC Bawono Kristiaji mengatakan kenaikan jumlah peserta amnesti pajak di akhir periode disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, strategi pemerintah memberikan pesan dan meningkatkan awareness berhasil. Kedua, masyarakat sudah bisa menilai secara rasional bahwa program amnesti pajak merupakan suatu kesempatan yang perlu dimanfaatkan. Ketiga, berakhirnya program amnesti pajak yang bersamaan dengan batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak yang juga membuat perhatian masyarakat makin besar.

  • Pemerintah Diminta Kejar Pajak Toko Online

Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) meminta pemerintah untuk melakukan kebijakan yang setara antara toko konvensional dan toko online. Salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Sekjen Happindo Haryanto Pratantara, toko online mendapat banyak kemudahan ketimbang toko konvensional. Padahal toko konvensional memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi pemerintah. Tidak hanya itu, selisih harga juga semakin melebar ketika penjual online memperdagangkan barang yang tidak resmi, lantaran tidak dikenakan pajak bea cukai.

  • Paket Kebijakan XV Tersandung Masalah Regulasi

Penerbitan paket kebijakan Ekonomi XV yang fokus mengatur soal jasa logistik kembali molor. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan pengunduran waktu tersebut lantaran masih adanya pembahasan regulasi ditingkat Kementerian/Lembaga yang belum rampung. Menko Perekonomian Darmin Nasution memaparkan ada sekitar 17 peraturan yang direncanakan sebagai payung hukum kebijakan tersebut. Namun, hingga saat ini pembahasan ditingkat kementerian masih belum tuntas.

  • Integrasi Industri Jasi Solusi Atasi Pegangguran

Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Perekonomian tengah menyiapkan skema integrasi industri dari hulu ke hilir. Skema tersebut diharapkan bisa menumbuhkan industri di Indonesia yang berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja yang meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Skema integrasi industri dari hulu ke hilir ini masuk dalam program pemerataan ekonomi yang tengah dikembangkan oleh pemerintah.

  • Utang Luar Negeri Swasta, Refinancing Menguat

Aksi refinancing mengalami lonjakan di tengah penurunan volume keseluruhan utang luar negeri swasta pada awal tahun 2017. Pemulihan ekonomi yang belum meyakinkan di tengah prospek kenaikan suku bunga global ditengarai menjadi salah satu pemicunya. Dalam stastistik terbaru yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), posisi utang luar negeri swasta pada Januari 2017 mencapai US$159 miliar, turun sekitar 4% yoy.

  • Imbalan Jasa Dipatok Sebesar 2% - 4%

Pemerintah mematok imbalan jasa yang diberikan kepada penyalur layanan pembiayaan ultra mikro sekitar 2% - 4% dari realisasi penyaluran. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 41/PMK.05/2017 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) yang diundangkan pada 13 Maret 2017. Tarif layanan atau imbalan jasa tersebut dikenakan dalam pola penyaluran konvensional. Dalam pola ini, tarif layanan merupakan tarif pinjaman kepada penyalur dalam bentuk tingkat suku bunga efektif per tahun.

  • Tingkatkan Kemudahan Bisnis, Tim Khusus EoDB Dibentuk

Guna menjamin percepatan target ease of doing business atau EoDB agar naik ke peringkat 40, pemerintah membentuk tim khusus EoDB. Menko Perekonomia Darmin Nasution menuturkan masalah ini tidak bisa lagi ditangani secara ad hoc, sehingga diputuskan untuk membentuk tim khusus. Tahun ini, Indonesia menempati peringkat 91 dalam kemudahan berusaha, naik dari sebelumnya bertengger di posisi 106.

  • Percepatan Proyek Infrastruktur, Swasta Tagih Janji

Pengusaha menagih komitmen pemerintah untuk mendorong peningkatan peran swasta dalam program percepatan pembangunan infrastruktur seiring dengan inkonsistensi sejumlah kebijakan. Peran swasta menjadi penting karena Asian Development Bank (ADB) mencatat adanya kekurangan pembiayaan sektor infrastruktur Indonesia yang diperkirakan US$47 miliar atau 4,7% terhadap produk domestik bruto (PDB) per tahun hingga 2020. Jika dihitung dengan perhitungan biaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, gap tersebut menembus  angka US$51 miliar. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.