Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Januari 2023 mencapai Rp7.754,98 triliun.
Laporan APBN Kita edisi Februari 2023 menyebut berdasarkan realisasi tersebut, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,45%. Rasio utang pemerintah tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan posisi pada akhir 2022, yakni 39,57%.
"[Rasio utang pemerintah] masih jauh di bawah batas undang-undang sebesar 60% PDB," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Jumat (24/2/2023).
Selama periode Desember 2022 hingga Januari 2023, terjadi penguatan (apresiasi) nilai rupiah terhadap berbagai mata uang asing seperti dolar AS, euro, dan yen. Kondisi tersebut menurunkan posisi utang pemerintah dalam valuta asing.
Pemerintah pun senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.
Berdasarkan mata uang, utang pemerintah berdenominasi rupiah mendominasi dengan proporsi 71,45%. Hal itu sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang yaitu mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Kebijakan ini dilakukan dengan koordinasi dan kerja sama yang erat bersama Bank Indonesia (BI) untuk menghadapi volatilitas nilai tukar rupiah serta dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri, sehingga risiko nilai tukar lebih terjaga.
Selanjutnya, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa instrumen SBN yang mencapai 88,90%. Pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid dinilai akan mendukung peningkatan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang.
Pemerintah menyatakan SBN memiliki fungsi strategis bagi sistem keuangan, terutama karena sifatnya yang aman. Pertama, SBN yang dijamin undang-undang dapat menjadi pilihan terbaik di tengah tekanan pasar keuangan dan ketidakpastian ekonomi.
Kedua, SBN merupakan instrumen yang cukup likuid karena seri SBN tradable dapat dengan mudah diperjualbelikan di pasar sekunder tanpa mempengaruhi harganya secara berarti. Selain itu, SBN juga menjadi salah satu instrumen yang digunakan oleh BI untuk menjaga stabilitas moneter.
"Kepemilikan SBN domestik tradable didominasi oleh perbankan, diikuti oleh BI, lembaga asuransi dan dana pensiun, serta investor asing (dalam porsi yang kecil)," bunyi laporan APBN Kita.