Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Periode pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tahun pajak 2020 wajib pajak orang pribadi sudah berakhir. Pelaporan SPT Tahunan menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (1/4/2021).
Sesuai dengan ketentuan, batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Dengan demikian, tenggat pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2020 untuk wajib pajak orang pribadi jatuh pada 31 Maret 2021 pukul 24.00.
“Kami mengapresiasi wajib pajak yang telah melaporkan SPT Tahunannya,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Berdasarkan pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyampaian SPT yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Simak ‘Mengingatkan, Jangan Telat Lapor SPT! Ini Perincian Sanksi Dendanya’.
Selain mengenai pelaporan SPT Tahunan, ada juga bahasan tentang rencana pemerintah menyesuaikan tarif PPh final atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak dalam negeri. Saat ini, tarif yang berlaku sebesar 15%.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Berdasarkan pada catatan Ditjen Pajak (DJP) hingga Rabu (31/3/2021) pukul 19.46 WIB, jumlah SPT yang masuk mencapai 11,1 juta. Jumlah tersebut terdiri atas 10,8 juta SPT wajib pajak orang pribadi dan 317.550 SPT wajib pajak badan.
Pada periode yang sama tahun lalu, jumlah SPT yang sudah masuk sebanyak 8,9 juta. Dengan demikian, jumlah SPT yang masuk sudah mencatatkan kenaikan sekitar 24,8% secara tahunan.
Adapun jumlah SPT wajib pajak orang pribadi mencatatkan kenaikan 24,82% bila dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu 8,7 juta. Sementara itu, jumlah SPT wajib pajak badan mengalami peningkatan 23%.
DJP juga mencatat tren pemanfaatan e-filing sebagai instrumen penyampaian SPT Tahunan juga meningkat. Wajib pajak yang menyampaikan SPT melalui e-filing sebanyak 10,7 juta. Jumlah tersebut meningkat 24,3% bila dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu 8,6 juta. (DDTCNews/Kontan)
Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II Ditjen Pajak (DJP) Ilmianto Himawan mengatakan penyesuaian tarif PPh final atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak dalam negeri dilakukan setelah tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak luar negeri diturunkan menjadi 10% melalui Peraturan Pemerintah (PP) 9/2021.
Ilmianto mengatakan pemerintah sedang menyusun ketentuan baru mengenai PPh atas bunga obligasi yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dan luar negeri. Saat ini, ketentuan mengenai tarif PPh atas bunga obligasi diatur dalam PP 16/2009 s.t.d.t.d. PP 55/2019.
“Saat ini sedang digodok PP yang akan mengatur lebih detail, yang akan diberlakukan nanti 2 Agustus 2021,” katanya. Simak ‘Lagi Digodok, PP Penyesuaian Tarif PPh Bunga Obligasi WP Dalam Negeri’. (DDTCNews)
DJP berkomitmen untuk terus meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi pada administrasi perpajakan seiring dengan diterbitkannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya.
"Berbagai penyesuaian dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi pada administrasi perpajakan untuk menyederhanakan proses bisnis dan memberikan kemudahan kepada wajib pajak," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews)
Ketentuan mengenai penerbitan surat utang oleh pemerintah daerah masuk dalam Rancangan UU tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. obligasi daerah dan sukuk daerah diterbitkan melalui pasar modal domestik dan dalam mata uang rupiah.
Penerbitan dilakukan dengan persetujuan menteri. Namun demikian, sesuai dengan RUU tersebut, pemerintah tidak menjamin obligasi daerah dan sukuk daerah. (Bisnis Indonesia)
Dari jajaran perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, perusahaan pada sektor perbankan menjadi penyetor pajak penghasilan (PPh) badan terbesar. Dari 20 emiten yang mencatatkan setora terbesar, 3 paling atas berasal dari sektor perbankan. (Kontan)
Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman senilai US$450 juta atau setara dengan Rp6,56 triliun kepada Indonesia untuk membantu PT Bio Farma memperoleh dan menyalurkan vaksin Covid-19 secara aman dan efektif.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa mengatakan pemberian pembiayaan tersebut termasuk dalam program Responsive Covid-19 Vaccines for Recovery (Recover). Pinjaman tersebut dapat mendanai pembelian sebanyak 65 juta dosis vaksin. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)