Dosen Institut STIAMI Alief Ramdan saat memaparkan materi dalam webinar series DDTC bertajuk “Outlook Perekonomian 2021 dan Dampaknya Terhadap Perpajakan”, Rabu (27/9/2020)
JAKARTA, DDTCNews – Terdapat dua strategi yang dapat dilakukan Ditjen Pajak (DJP) untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak pada 2021.
Dosen Institut STIAMI Alief Ramdan mengungkapkan hal tersebut dalam acara webinar series DDTC bertajuk “Outlook Perekonomian 2021 dan Dampaknya Terhadap Perpajakan” yang diselenggarakan pada Rabu (27/9/2020)
“Strategi untuk 2020- 2021 berfokus pada bagaimana cara mengoptimalisasi penerimaan pajak. Ada dua hal yang akan dilakukan yaitu dengan perluasan tax base dan meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak,” ungkap Alief, Rabu (29/7/2020).
Perluasan basis pajak, sambungnya, dapat dilakukan dengan menambah objek dan subjek pajak baru. Dari segi pajak penghasilan (PPh) perluasan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan hak pemajakan pada Indonesia atas penghasilan pelaku usaha luar negeri dari transaksi elektronik.
Hal tersebut sudah ditempuh dengan mengubah konsep penentuan bentuk usaha tetap (BUT) yang sebelumnya berdasarkan kehadiran fisik menjadi significant economic presence (SEP). Perubahan tersebut tertuang dalam UU No 2/ 2020. Simak Kamus “Apa itu Kehadiran Ekonomi Signifikan”.
Sementara itu, perluasan dari sisi pajak pertambahan nilai (PPN) dilakukan dengan mengenakan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Selanjutnya, peningkatan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan melalui tiga strategi. Pertama, meningkatkan pelayanan dan edukasi perpajakan. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan materi kesadaran pajak dalam bahan ajar, penyediaan konten media, dan penelitian.
Kedua, model pengawasan yang terstruktur dan terukur. Model pengawasan ini dapat dilakukan dengan melakukan ekstensifikasi berbasis kewilayahan berdasarkan data yang valid, pengawasan wajib pajak berbasis penerimaan, serta pemeriksaan dan penagihan sebagai tindak lanjut pengawasan
Ketiga, reformasi perpajakan dalam hal organisasi, teknologi, dan basis data. Strategi ini dapat dilakukan dengan memperluas jenis layanan online, seperti cetak ulang NPWP, layanan telepon dan nontelepon, serta back-end contact center untuk perubahan data wajib pajak badan dan orang pribadi.
Dalam kesempatan ini, Alief juga menjabarkan berbagai dukungan insentif pajak yang telah digelontorkan pemerintah. Dia menyebut insentif tersebut ditujukan untuk mendukung penanganan Covid-19 dan pemulihan dunia usaha.
Alief menjabarkan dukungan pajak untuk penanganan Covid 19 tertuang dalam dua peraturan pajak, yaitu PMK 28/2020 dan PMK 34/2020. Sementara itu, dukungan pajak untuk pemulihan dunia usaha pada awalnya tertuang dalam PMK 23/2020 dan kini digantikan dengan PMK 86/2020.
Dukungan pajak untuk dunia usaha juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1 Tahun 2020 yang kini telah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020.
“Strategi yang dilakukan oleh DJP untuk meningkatkan penerimaan negara adalah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk wajib pajak. Ada dua strategi yang dilakukan DJP yaitu dengan memberikan support dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan dunia usaha,” ungkap Alief. (kaw)