EFEK VIRUS CORONA

Sebagian Insentif Pajak Diusulkan Digeser Jadi Bantuan Langsung Tunai

Muhamad Wildan
Selasa, 28 Juli 2020 | 13.53 WIB
Sebagian Insentif Pajak Diusulkan Digeser Jadi Bantuan Langsung Tunai

Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri. (tangkapan layar Youtube Bisniscom)

JAKARTA, DDTCNews – Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengusulkan realokasi sebagian insentif pajak pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) menjadi bantuan langsung tunai (BLT).

Menurut dia, saat ini banyak pelaku usaha yang merugi akibat pandemi Covid-19. Insentif pajak akan lebih efektif dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan pelaku usaha, sambungnya, apabila pemulihan ekonomi sudah berjalan.

“Pelaku usaha itu banyak yang merugi di tengah pandemi Covid-19. Oleh karena mereka merugi maka mereka tidak membayar pajak. Inilah yang membuat realisasi insentifnya rendah,” katanya dalam sebuah webinar, Selasa (28/7/2020).

Rendahnya basis pajak akibat banyaknya tenaga kerja di sektor informal juga berpengaruh pada pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah. Menurutnya, sekitar 70% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal dan mereka semua tidak membayar pajak.

Ketika pekerja-pekerja tersebuty di-PHK, mereka juga tidak membayar pajak. Oleh karena itu, akan lebih efektif apabila fasilitas pajak dan beberapa belanja kementerian dan lembaga (K/L) direalokasikan menjadi BLT yang diperluas dan ditargetkan kepada 40% lapisan masyarakat terbawah.

BLT perlu diberikan kepada mereka yang hampir miskin, tidak hanya yang sudah miskin. Mengutip dari World Bank, lanjut Chatib, total masyarakat hampir miskin atau aspiring middle class ini mencapai 115 juta orang.

Apabila diasumsikan 115 juta orang itu terdiri dari 30 juta rumah tangga dan masing-masing rumah tangga diberi BLT sebesar Rp1 juta selama sebulan, dana yang dibutuhkan mencapai Rp30 triliun setiap bulan.

Apabila BLT ini diberikan kepada 30 juta rumah tangga selama 6 bulan maka total BLT yang disalurkan kepada 30 juta rumah tangga tersebut senilai Rp180 triliun. Jumlah anggaran ini bisa didapat dari hasil realokasikan anggaran belanja K/L atau dari sumber-sumber lain.

Selain dari insentif pajak, belanja-belanja K/L dalam bentuk belanja modal untuk infrastruktur masih memungkinkan untuk ditunda hingga 2021 mendatang. Dana hasil realokasi bisa digunakan untuk mendanai BLT.

Terlepas dari usulan tersebut serta kelemahan-kelemahan yang ada, Chatib mengapresiasi langkah cepat dari pemerintah dalam merespons dan menangani dampak pandemi Covid-19. Pasalnya, dalam 6 bulan, sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan.

“Itu sangat saya apresiasi. Ada masalah institusi dan masalah regulasi yang tidak bisa dilanggar. Pemerintah harus bekerja dalam keterbatasan dan ini saya apresiasi," ujar Chatib. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.