EFEK VIRUS CORONA

Kepada Sri Mulyani, Pengusaha Ini Curhat Soal Diskon 30% Angsuran PPh

Dian Kurniati
Kamis, 14 Mei 2020 | 13.47 WIB
Kepada Sri Mulyani, Pengusaha Ini Curhat Soal Diskon 30% Angsuran PPh

Billy Hartono Salim dalam acara Indonesia Moving ForwardMacro Outlook dan Peluang Kebangkitan Ekonomi Pascapandemi Covid-19’. (tangkapan layar Youtube medcom.id)

JAKARTA, DDTCNews – Pengusaha Billy Hartono Salim menyampaikan curahan hatinya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang bisnis di sektor pariwisata yang terhenti total akibat pandemi virus Corona (Covid-19).

Billy yang mewakili pelaku usaha pariwisata mengatakan pandemi juga menyebabkan tak ada arus kas yang masuk ke kantong perusahaan. Di sisi lain, mereka tetap harus mengangsur pajak penghasilan (PPh) Pasal 25, meski kini pemerintah memberikan diskon 30%.

"Kami apresiasi apa yang diberikan Ibu Sri Mulyani. Cuma problemnya, dengan tutup totalnya industri kami, tidak ada cash flow untuk membayar angsuran PPh Pasal 25-nya. Walaupun dengan diskon 30% itu, bagi kami masih agak berat," katanya saat bertemu Sri Mulyani secara virtual, Rabu (14/5/2020).

Billy menilai berbagai stimulus pajak yang diberikan pemerintah belum banyak membantu para pengusaha dalam menghadapi pandemi. Ia pun meminta Sri Mulyani memberi tambahan stimulus untuk pelaku usaha.

"Mohon kalau Ibu berkenan, dipertimbangkan kembali industri yang paling terdampak ini, di pariwisata," ujarnya.

Menanggapi keluhan Billy, Sri Mulyani mengungkapkan beban APBN di tengah pandemi ini sudah berat. Menurutnya, pemerintah telah mengabulkan permintaan pengusaha agar insentif pajak yang semula hanya diberikan pada industri manufaktur, kini diperluas hingga 18 sektor usaha.

Insentif pajak tersebut meliputi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon 30% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi PPN dipercepat.

Namun, Sri Mulyani menawarkan bantuan lain berupa akses kredit melalui perbankan agar likuiditas pengusaha lebih longgar. Menurutnya, arus kas yang mandek merupakan persoalan di berbagai negara yang terdampak pandemi.

Kebijakan untuk merespons situasi itu pun berbeda-beda. Misalnya, bank sentral AS yang membeli surat berharga korporasi agar likuiditas perusahaan membaik.

Sayangnya, aturan di Indonesia tak memberi ruang untuk melakukan kebijakan serupa. Dengan demikian, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) 1/2020 berencana merevitalisasi perbankan agar bisa memberi pinjaman pada pelaku usaha.

"Kalau mereka khawatir kreditnya masih macet, pemerintah bisa kasih jaminan. Kalau semuanya langsung ke APBN, daya tahan kita juga enggak bisa kan Pak," katanya.

Saat ini, Sri Mulyani bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan tengah merumuskan kebijakan untuk merealisasikan rencana tersebut. Meski belum menjelaskan secara rinci, dia menyebut pemerintah bisa memberi penjaminan dan dana talangan untuk perbankan yang membantu pelaku usaha.

"Nanti akan kita lihat, karena persoalan mendesain policy ini harus dipastikan akuntabilitasnya agar tak ada moral hazard. Jangan lupa saya juga diaudit BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] Pak," kata Sri Mulyani. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.