BERITA PAJAK HARI INI

Bikin Faktur di e-Faktur, Termigrasi Otomatis ke Coretax dalam 2 Hari

Redaksi DDTCNews
Senin, 17 Februari 2025 | 09.15 WIB
Bikin Faktur di e-Faktur, Termigrasi Otomatis ke Coretax dalam 2 Hari

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Per pekan lalu, seluruh pengusaha kena pajak (PKP) sudah bisa memanfaatkan kembali layanan e-faktur untuk membuat faktur pajak. Selanjutnya, faktur pajak yang dibuat dengan sistem e-faktur ini akan diimigrasikan secara otomatis ke coretax administration system

Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (17/2/2025). 

Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan bahwa data faktur pajak dari aplikasi e-faktur akan termigrasi secara otomatis paling lambat 2 hari sejak faktur pajak diterbitkan oleh PKP penjual. Bila faktur pajak tak kunjung muncul, PKP pembeli perlu memastikan apakah PKP penjual sudah mengunggah faktur pajak dimaksud.

"Cek kembali apakah lawan transaksi sudah benar mengunggah faktur pajak tersebut melalui e-faktur client desktop dengan cara scan barcode faktur pajak yang diberikan apakah sudah sesuai dengan informasi pada cetakan e-faktur," tulis DJP dalam Booklet Q&A Penerapan Aplikasi e-Faktur Client Desktop edisi 1.11082024.

Lebih lanjut, faktur pajak juga dapat dicari menggunakan filter nomor seri faktur pajak (NSFP) 17 digit. 

"Pastikan pembeli mencari faktur pajak dengan format NSFP yang sesuai di coretax. NSFP dari e-faktur client desktop akan ditambahkan 1 digit (angka 9 di digit ke-5) sehingga sesuai dengan format di coretax (17 digit)," tulis DJP.

Apabila faktur pajak tak kunjung muncul, PKP pembeli dapat menghubungi kantor pelayanan pajak (KPP) tempat terdaftar. KPP nantinya menindaklanjuti masalah tersebut ke tim teknis terkait.

Sebagai informasi, mayoritas PKP kini telah ditetapkan sebagai PKP tertentu dan diperbolehkan untuk membuat faktur pajak menggunakan aplikasi e-faktur. Wajib pajak ditetapkan sebagai PKP tertentu berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025.

Meski boleh membuat faktur pajak menggunakan aplikasi e-faktur, PKP tetap bisa membuat faktur pajak melalui coretax.

Selain bahasan mengenai e-faktur, ada pula topik lain yang juga diulas oleh media massa pada hari ini. Di antaranya, rencana pemerintah mendetailkan ketentuan mengenai pajak minimum global, aturan teknis perpanjangan PPh final bagi UMKM yang tak kunjung terbit, hingga rencana besar Presiden Prabowo meluncurkan Danantara. 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

DPP dan PPN di e-Faktur Disesuaikan Manual

Pengusaha kena pajak yang menggunakan e-faktur client desktop untuk pembuatan faktur pajak keluaran perlu menyesuaikan pengisian dasar pengenaan pajak (DPP) dan PPN secara manual.

Penyesuaian tersebut perlu dilakukan karena e-faktur client desktop masih menggunakan skema tarif PPN 11%. PKP perlu menyesuaikan pengisian DPP dan PPN terutama untuk transaksi selain barang mewah yang kini menggunakan skema DPP nilai lain. 

DJP menerangkan ada 3 langkah penyesuaian DPP dan PPN atas transaksi selain barang mewah dengan mekanisme input data faktur pajak per transaksi (key in). (DDTCNews)

DJP segera Siapkan Aturan Turunan PMK Pajak Minimum Global

DJP akan menyiapkan aturan turunan untuk memberikan penjelasan atas ketentuan pajak minimum global atau global anti base erosion (GloBE) rules dalam PMK 136/2024.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan penjelasan atas PMK 136/2024 diperlukan mengingat PMK dimaksud memuat banyak terminologi baru yang tergolong kompleks dan saling berkaitan.

"DJP juga sedang mempersiapkan aturan tambahan lagi untuk memberikan guidance yang lebih lengkap untuk penerapannya sehingga Bapak Ibu dalam melaksanakannya nanti minimal sekali kebingungannya," katanya. (DDTCNews)

WP Tunggu Aturan Teknis Perpanjangan PPh Final UMKM

Publik masih menunggu ketentuan teknis mengenai perpanjangan periode pemanfaatan PPh final 0,5% bagi pelaku UMKM. Kebijakan ini merupakan bagian dari paket stimulus ekonomi nasional yang diluncurkan pemerintah pada akhir 2024 lalu. Namun, sampai saat ini belum produk hukum yang menjadi landasan implementasinya. 

Sesuai dengan pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, perpanjangan periode PPh final hanya berlaku bagi pelaku UMKM orang pribadi yang telah memanfaatkan fasilitas ini selama 7 tahun terakhir. 

"Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan atau peraturan terkait perpanjangan tersebut," tulis DJP. (DDTCNews)

Danantara Segera Meluncur, Kelola Aset US$980 Miliar

Pemerintah akan meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada 24 Februari 2025.

Danantara bakal beroperasi layaknya Temasek milik pemerintah Singapura. Setelah dibentuk, Danantara nantinya akan mengelola aset senilai US$980 miliar atau kurang lebih Rp15.939 triliun.

"Daya Anagata Nusantara artinya kekuatan atau energi masa depan Indonesia. Danantara adalah kekuatan masa depan, ini harus kita jaga bersama," ujar Presiden Prabowo Subianto. (DDTCNews)

Efisiensi Anggaran Sampai 3 Jilid, Total Rp750 Triliun

Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan efisiensi anggaran masih akan terus berlanjut hingga 3 putaran.

Pada putaran pertama, pemerintah telah melakukan efisiensi anggaran senilai Rp300 triliun sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025. Pada putaran kedua, pemerintah akan melakukan efisiensi anggaran senilai Rp308 triliun.

"Penghematan putaran pertama disisir dan dihemat Rp300 triliun. Penghematan putaran kedua Rp308 triliun," katanya. (DDTCNews)

Waspada Tarif Balasan AS

Indonesia dinilai perlu mewaspadai tarif resiprokal yang akan diterbitkan oleh Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump berencana mengenakan tarif impor yang tidak terbatas pada surplus dagang, tetapi juga mempertimbangkan pajak atas produk atau semua hambatan yang dikenakan negara mitra. 

Bagi Indonesia, wacana ini bisa memberatkan, mengingat Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama. Nilai surplus dagang RI ke AS bahkan mencapai US$14,34 miliar. Artinya, eksportir Indonesia perlu siap-siap menghadapi kenaikan tarif impor AS.

Analis Senior Indonesia Strategic & Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai, ancaman AS itu perlu diantisipasi mengingat Indonesia kini tengah menyusun kenaikan tarif impor untuk melindungi industri manufaktur. (Kontan) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.