PENERIMAAN PERPAJAKAN

Realisasi Kepabeanan dan Cukai Kontraksi 11,7%, Begini Penjelasannya

Dian Kurniati
Sabtu, 16 Desember 2023 | 10.45 WIB
Realisasi Kepabeanan dan Cukai Kontraksi 11,7%, Begini Penjelasannya

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat realisasi kepabeanan dan cukai kembali mengalami kontraksi sebesar 11,7% hingga 12 Desember 2023.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi kepabeanan dan cukai senilai Rp256,5 triliun atau baru setara 84,6% dari target awal APBN 2023 senilai Rp303,2 triliun. Adapun jika berdasarkan target pada Perpres 75/2023 senilai Rp300,1 triliun, realisasi itu setara 85,5%.

"Penerimaan kepabeanan dan cukai ini memang mengalami kontraksi 11,7%, terutama berasal dari bea keluar," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Sabtu (16/12/2023).

Sri Mulyani mengatakan kontraksi penerimaan kepabeanan dan cukai utamanya disebabkan turunnya penerimaan dari sisi kepabeanan.

Penerimaan bea keluar yang senilai Rp12,3 triliun mengalami pukulan paling dalam karena terkontraksi 68,5%. Kontraksi ini terjadi antara lain karena kebijakan pelarangan ekspor untuk mendukung hilirisasi, serta permintaan ekspor yang merosot.

Bea keluar pada produk kelapa sawit turun 81,3% dipengaruhi penurunan harga sebesar 28,1%, meskipun volumenya masih tumbuh 6,2%. Kemudian, bea keluar tembaga juga turun 0,3% dipengaruhi turunnya harga tembaga sebesar 6,5% dan volume ekspor 5,8%.

Adapun bea keluar baksit turun 89% karena terhentinya ekspor sejak Maret 2023.

Dari sisi impor, dia memaparkan realisasinya senilai Rp47,6 triliun, dengan tren yang mengalami pelemahan. Penerimaan bea masuk mengalami kontraksi 0,1% karena nilai impornya turun 7,8%.

Menurutnya, kontraksi bea masuk juga disebabkan implementasi perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA).

Di sisi lain, penerimaan cukai seniai Rp196,7 triliun. Khusus cukai hasil tembakau (CHT), realisasinya Rp188,9 triliun atau terkontraksi 3,7%.

Hal ini dipengaruhi penurunan produksi hasil tembakau, terutama sigaret kretek mesin (SKM) golongan 1 dan sigaret putih mesin (SPM) golongan 1 sejalan dengan kenaikan tarif cukai yang tinggi.

"Kenaikan tarif cukai rokok yang rendah di golongan 3, terutama kretek tangan, menyebabkan produksi di golongan 3 naik, lebih tinggi dibandingkan dari golongan 1 dan 2 yang tarif cukainya jauh lebih tinggi," ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.