JAKARTA, DDTCNews – Krisis yang terjadi di Turki dan kini Argentina memberikan dampak cukup besar ke Indonesia. Salah satunya adalah nilai tukar rupiah yang melemah hingga di atas Rp14.700 per dolar AS, tertinggi sejak 2015..
Melemahnya lira Turki dan peso Argentina juga dipicu oleh menguatnya angka Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal II 2018 dari 4,1% menjadi 4,2%, serta langkah Bank Sentral China memperlemah yuan di tengah negosiasi sengketa dagang dengan AS yang belum selesai.
Senior Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan dampak yang akan terasa bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya adalah arus modal yang sulit didapatkan. Dengan demikian, upaya untuk memperkecil defisit transaksi berjalan akan semakin sulit.
“Sekarang ada Argentina, ini kita sudah prediksi ini gantian saja. Dari Turki impact-nya dari perdagangan tidak besar, tetapi pada financial market, melalui aliran modal,” ujarnya dalam Macroeconomic Outlook di Plaza Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Andry menambahkan Indonesia sebagai negara berkembang akan dinilai sama dengan negara-negara seperti Turki dan Argentina. Hanya saja, defisit transaksi berjalan Indonesia yang sekitar 3% terhadap PDB masih sehat.
Akan tetapi, yang dikhawatirkan adalah terkait dengan pendanaan di transaksi berjalan itu sendiri. “Dibanding negara berkembang lainnya Indonesia masih baik, kalau dilihat rank-nya di antara negara lain kita di 7 dari top 10,” ujarnya.
Sebelumnya, di tengah krisis ekonomi yang menghantam, Pemerintah Argentina mengajukan pinjaman senilai US$50 miliar atau Rp725 triliun pada kurs Rp14.500 dari International Monetary Fund (IMF).
Presiden Argentina Mauricio Macri mengatakan hal itu dilakukan untuk memulihkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Argentina. Dana tersebut rencananya akan dipakai untuk membayar obligasi pemerintah yang jatuh tempo tahun ini. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.