JAKARTA, DDTCNews - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu telah menjajaki penggunaan analisis big datauntuk mengidentifikasi wajib pajak nakal yang berpotensi melakukan manipulasi dalam bidang pajak (tax fraud). Hasilnya pun menjanjikan sehingga pengaplikasian teknologi ini akan diperluas pada proses bisnis Ditjen Pajak lainnya.
Hal tersebut diungkapakan Direktur Transformasi Teknologi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi saat memaparkan hasil analisis big data menggunakan sistem milik Cloudera. Tercatat otoritas pajak RI sudah melakukan serangkaian uji coba dalam tiga tahun terakhir untuk menjajal kehandalan teknologi analisa big data.
"Sejak 2015, Ditjen Pajak banyak terima data dari pihak ketiga dan luar biasa banyak. Dulu kita bingung, data banyak tapi tidak bisa dipakai. Kemudian prosessing-nya itu sulit kalau pakai teknologi yang lama," katanya di Kantor Pusat DJP, Rabu (11/7).
Alhasil, teknologi big data mulai dilirik. Pada tahap awal hasilnya sudah menjanjikan. Di mana pada sistem terdahulu yang merupakan kombinasi analisis manual dan aplikasi dibutuhkan 4 hari pengerjaan. Melalui analisis big data, semua proses selesai dalam tempo 59 detik.Â
"Setelah kita yakin bahwa teknologi big data bisa support data Ditjen Pajak dari 2015 hingga 2017 kita perbesar. Kita mulai dari search engine dan terus akselerasi, kalo dulu hanya 10 PC dan sekarang sudah pakai client server besar dengan kapasitas 500 kali lipat lebih cepat," terangnya.
Iwan lantas menjelaskan bahwa cara kerja big data ialah dengan menganalisis semua data yang dimiliki oleh Ditjen Pajak. Data tersebut dipecah dalam dua kategori besar, yakni data pihak ketiga seperti data kepemilikan kendaraan bermotor, kepemilikan rumah hingga data kepemilikan aset lainnya. Sementara kategori kedua adalah data internal seperti data SPT, data pembayaran dan master file.
Penggunaan teknologi ini punya manfaat dalam efisiensi kerja Ditjen Pajak dalam mengendus praktik yang diduga kuat melanggar hukum dalam urusan pajak. Pasalnya analisis bergerak dinamis dan dapat mengidentifikasi pola modus untuk melakukan tax fraud.
"Gunakan data untuk perangi kejahatan pajak sangat bisa karena big data prosessing-nya lebih cepat maka kita bisa lihat yang namanya deep analytics, jadi bisa dilihat pola dan perilaku antara satu data dengan data lainnya untuk menemukan anomali atau fraud," paparnya.
"Sepeti kemarin saat kita deteksi fraud itu 100-200 kasus dalam setahun pakai manusia analisinya. Dengan adanya teknologi big data itu jadi 30 ribu kasus dalam satu minggu," tambah Iwan.
Secara umum, big data adalah istilah yang menggambarkan volume data yang besar, baik data yang terstruktur maupun data yang tidak terstruktur. Big data telah digunakan dalam banyak bisnis di dunia.Â
Tidak hanya besar data yang menjadi poin utama tetapi apa yang harus dilakukan organisasi dengan data tersebut. Big data dapat dianalisis untuk wawasan yang mengarah pada pengambilan keputusan dan strategi bisnis yang lebih baik.(Amu)