IAI KAPJ GOES TO CAMPUS

Begini Saran Kebijakan Pajak di Tahun Politik

Redaksi DDTCNews | Kamis, 01 Februari 2018 | 15:33 WIB
Begini Saran Kebijakan Pajak di Tahun Politik

Para pembicara dan moderator berfoto bersama dalam seminar Taxation Outlook Policy 2018  di kampus FEB UI, Depok, Kamis (1/2). (Foto: DDTCNews).

JAKARTA, DDTCNews – Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Kompartemen Akuntan Pajak (KAPj) membedah arah kebijakan pajak di tahun politik. Seminar pun dihelat dengan bingkai 'IAI KAPj Goes to Campus' dengan tema besar Taxation Outlook Policy in 2018.

Acara tersebut diselenggarakan di Auditorium LPEM FEB Universitas Indonesia pada hari ini, Kamis (1/2), yang menghadirkan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan sebagai keynote speaker dan Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI sekaligus Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo untuk memberi sambutan.

Seminar ini juga menghadir sejumlah narasumber kunci seperti Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Prof. John Hutagaol, Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam sebagai pengamat, Ratna Febrina sebagai praktisi, Waluyo sebagai akademisi, dan moderator Christine Tjen. Serta seminar ditutup oleh Pontas Pane.

Baca Juga:
USU dan KPP Pratama Medan Polonia Gelar Pojok e-Filing

Dalam pemaparannya, Prof. John Hutagaol menyampaikan beberapa perubahan lanskap pajak internasional yang akan berdampak kepada kebijakan pajak Indonesia. Salah satunya terkait dengan Aksi 12 Base Erosion Profit Shifting (BEPS) tentang kewajiban pengungkapan skema aggressive tax planning atau disebut dengan Mandatory Disclosure Rule (MDR).

Narasumber, Darussalam, menerangkan setidaknya ada lima poin penting yang harus dicermati pemerintah dalam urusan perpajakan di tahun ini. Faktor domestik, kemajuan teknologi dan bergeliatnya kebijakan pajak internasional menjadi penekanan dalam pemaparannya.

Hal pertama yang disinggung adalah bahwa reformasi pajak di banyak negara tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, kebijakan pajak seharusnya yang mendukung kebijakan ekonomi nasional.

Baca Juga:
Kanwil DJP Jakarta Khusus Adakan Seminar Pajak untuk Atlet e-Sport

Kedua, pentingnya melakukan reformasi pajak agar struktur penerimaan pajak menjadi optimal. Pada poin ini pemerintah harus jeli dalam meracik komposisi penerimaan pajak sehingga tidak didominasi oleh jenis pajak yang distortif terhadap ekonomi secara umum.

“Negara-negara Teluk telah mengimplementasikan PPN pada 2018. Selain karena memiliki efek distorsi yang rendah, PPN juga relatif lebih mudah untuk dipungut jika dibandingkan dengan PPh,” kata Darussalam.

Ketiga, interaksi ekonomi yang semakin tinggi antarnegara telah menciptakan tax spillovers. Artinya, kebijakan pajak suatu negara akan memiliki dampak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Baca Juga:
DJP Nusa Tenggara Teken Pembentukan Tax Center dengan UIN Mataram

“Langkah Amerika Serikat (AS) akan meningkatkan intensitas kompetisi pajak secara global. Di tengah kekhawatiran ketidakpastian ekonomi global dan perebutan kue investasi, reformasi pajak AS bisa menjadi katalis apa yang disebut sebagai race to the bottom,” terangnya kepada perserta seminar.

Poin keempat, ialah perkembangan ekonomi digital yang menciptakan keruwetan baru bagi sektor pajak. Perlu diwaspadai juga dengan terbukanya peluang penghindaran pajak terutama pada aktivitas ekonomi digital lintas yurisdiksi. Penghindaran pajak yang diakibatkan ekonomi digital telah mendorong aksi unilateral (sepihak) dari banyak negara seperti google tax (Inggris) dan web tax (Italia).

Terakhir, pentingnya mengembangkan paradigma kapatuhan kooperatif. Paradigma baru tersebut mensyaratkan adanya hubungan yang dibangun atas dasar transparansi antara wajib pajak, otoritas pajak dan konsultan pajak.

Baca Juga:
Mau Tanya Soal Pelaporan SPT? Klinik Pajak UI Buka Layanan Konsultasi

“Paradigma ini lahir karena adanya keinginan untuk merestorasi kontrak fiskal, penghormatan atas hak-hak wajib pajak dan prinsip demokrasi. Kepatuhan kooperatif memberikan manfaat bagi wajib pajak maupun otoritas pajak,” tutupnya.

Narasumber dari akademisi, Waluyo, menjelaskan pentingnya mengembangkan pendidikan pajak dalam dunia akademisi yang bermanfaat untuk meningkatkan penerimaan pajak. Serta, narasumber dari pihak wajib pajak , Ratna Febrina, mengingatkan tentang kepastian hukum bagi wajib pajak. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 22 Maret 2024 | 21:32 WIB UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

USU dan KPP Pratama Medan Polonia Gelar Pojok e-Filing

Jumat, 22 Maret 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Kanwil DJP Jakarta Khusus Adakan Seminar Pajak untuk Atlet e-Sport

Kamis, 14 Maret 2024 | 16:07 WIB KANWIL DJP NUSRA

DJP Nusa Tenggara Teken Pembentukan Tax Center dengan UIN Mataram

Senin, 11 Maret 2024 | 14:30 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Mau Tanya Soal Pelaporan SPT? Klinik Pajak UI Buka Layanan Konsultasi

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M