KONSULTASI PAJAK

Aturan PPN Jasa Perjalanan Wisata, Pajak Masukannya Bisa Dikreditkan?

Kamis, 28 April 2022 | 14:19 WIB
Aturan PPN Jasa Perjalanan Wisata, Pajak Masukannya Bisa Dikreditkan?

Syadesa Anida Herdona,
DDTC Fiscal Research and Advisory.

Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Rama. Saya adalah pengusaha yang menjalankan bisnis jasa biro perjalanan wisata. Saya mendengar sudah diterbitkannya aturan turunan UU HPP yang mengatur mengenai ketentuan PPN atas jasa biro perjalanan wisata.

Pertanyaan saya, apakah terdapat perubahan dalam mekanisme pengkreditan pajak masukan dalam aturan baru tersebut? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Rama, Jakarta.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Rama atas pertanyaannya. Sebelum terbitnya UU HPP, ketentuan PPN atas penyerahan jasa perjalanan wisata dapat merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak s.t.d.t.d PMK 121/PMK.03/2015 (PMK 121/2015).

Perlu diketahui, penetapan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (DPP) dalam PMK 121/2015 merupakan aturan pelaksana dari Pasal 8A ayat (2) UU PPN. Berdasarkan Pasal 8A ayat (2) UU PPN, ketentuan mengenai nilai lain akan diatur berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK).

Dalam PMK 121/2015 ditetapkan nilai lain sebesar 10% untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata. Nilai lain sebesar 10% tersebut dihitung dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Selanjutnya, pajak masukan sehubungan dengan penyerahan jasa biro perjalanan wisata tidak dapat dikreditkan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf b PMK 121/2015 yang berbunyi.

“Pajak Masukan yang berhubungan dengan:

b. penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa penjualan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang tidak didasari oleh perjanjian jasa perantara penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k yang dilakukan oleh pengusaha jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata;

tidak dapat dikreditkan.”

Pemerintah kemudian menerbitkan UU HPP yang salah satunya mengubah beberapa ketentuan dalam UU PPN. UU HPP menghapus ketentuan dalam Pasal 8A ayat (2) UU PPN dan menambahkan satu ayat dalam Pasal 8A yakni ayat (3). Pasal 8A ayat (3) UU HPP mengatur sebagai berikut.

“(3) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang dalam penghitungan Pajak Pertambahan Nilai terutang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikreditkan.”

Melalui UU HPP, kini pajak masukan sehubungan dengan penyerahan yang menggunakan DPP nilai lain menjadi dapat dikreditkan. Namun demikian, pemerintah kemudian menerbitkan aturan turunan UU HPP yang salah satunya mengatur kembali mengenai ketentuan PPN atas jasa biro perjalanan wisata.

Ketentuan tersebut dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu (PMK 71/2022). Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 71/2022 disebutkan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata merupakan jasa kena pajak tertentu yang atas penyerahannya dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf b PMK 71/2022, jumlah besaran tertentu atas penyerahan jasa biro perjalanan wisata ditetapkan sebesar 10% dari tarif PPN 11%. Kemudian, besaran tertentu tersebut dikalikan dengan harga jual paket wisata, sarana angkutan, dan akomodasi.

Dengan diterbitkannya PMK 71/2022 dapat dipahami bahwa penyerahan jasa biro perjalanan wisata kini tidak lagi menggunakan mekanisme DPP nilai lain melainkan menggunakan mekanisme besaran tertentu. Lebih lanjut, ketentuan kredit pajak masukan sehubungan dengan penyerahan jasa biro perjalanan wisata dapat merujuk pada Pasal 5 PMK 71/2022.

“Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang berhubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).”

Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan pajak masukan sehubungan dengan penyerahan jasa biro perjalanan wisata tidak dapat dikreditkan. Ketentuan ini berlaku baik pada saat penyerahan jasa biro perjalanan wisata dihitung dengan menggunakan DPP nilai lain maupun dengan besaran tertentu.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

BERITA PILIHAN