JAKARTA, DDTCNews - Pemangkasan tarif skema PPh Final sudah diteken dan mulai berlaku 1 Juli 2018. Meski tarif diturunkan namun asosiasi menilai PP No.23/2018 masih memberatkan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan bahwa bukan soal pemangkasan tarif yang jadi perhatian utama. Namun, kewajiban pelaku UMKM untuk melakukan pembukuan pasca berakhirnya skema PPh Final.
"Kalau saya menyambut baik tapi gembira belum tentu karena Dirjen Pajak ini wajibkan melakukan pembukuan," katanya, Rabu (27/6).
Menurutnya, sebagian besar pelaku UMKM terlibat langsung dalam kegiatan bisnis dan untuk itu saja sudah menyita sebagian besar waktu dalam 1 hari kerja. Oleh karena itu, asosiasi UMKM menilai substansi aturan itu adanya kewajiban untuk melakukan pembukuan.
"Kami mikro (UMKM) jam 4 sampai 5 pagi belanja subuh. Siang sudah aktivitas mendagangkan pulang tidur 2 sampai 3 jam lagi. Jadi kapan kita lakukan pembukuan?" jelas Ikhsan.
Dia melanjutkan pemerintah bisa mempertimbangkan pengenaan tarif PPh 0% untuk UMKM dengan kriteria yang lebih spesifik. Hal ini agar pelaku usaha UMKM bisa naik level menjadi pengusaha besar.
"Pemerintah harus benar-benar memperhatikan nasib kelompok mikro seperti yang terjadi di Tiongkok, kelompok dengan omzet Rp60 juta per bulan dikenakan pajak 0% pada 2020," terangnya.Â
Seperti yang diketahui, PP No.23/2018 tidak hanya memangkas tarif PPh final. Pembaruan beleid itu juga mengatur jangka waktu penerapan skema PPh final yang dibagi ke dalam tiga kategori, yakni pertama, jangka 7 (tujuh) tahun pajak bagi orang pribadi. Kedua, jangka waktu 4 tahun pajak bagi badan. Ketiga, jangka waktu 3 tahun pajak bagi badan berbentuk perseroan terbatas. (Amu)