Direktur Peraturan Perpajakan II Hestu Yoga Saksama.Â
SURABAYA, DDTCNews - Keberadaan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja memberikan banyak relaksasi atas ketentuan pengkreditan pajak masukan.
Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, Direktur Peraturan Perpajakan II Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengusaha memiliki ruang untuk mengkreditkan pajak masukan sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 9 ayat (9a) UU PPN s.t.d.t.d UU Cipta Kerja.
"Sekarang boleh dikreditkan, ada deemed-nya hanya 80%. Ini sudah sangat favorable," ujar Yoga dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja yang digelar Kamis (25/8/2022).
Sebelum UU Cipta Kerja, tidak ada ruang bagi pengusaha untuk mengkreditkan pajak masukan atas perolehan barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP) sebelum dikukuhkan sebagai PKP.
Diperinci pada Pasal 65 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 18/2021, pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran yang seharusnya dipungut oleh PKP terhitung sejak pengusaha seharusnya dikukuhkan sebagai PKP sampai dengan sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
Selanjutnya, Pasal 9 ayat (9b) UU PPN s.t.d.t.d UU Cipta Kerja juga memperbolehkan PKP mengkreditkan pajak masukan yang tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN dan ditemukan saat pemeriksaan.
Sebelum UU Cipta Kerja, pajak masukan yang ditemukan saat pemeriksaan tidak bisa dikreditkan. "Ada pajak masukan-pajak masukan yang tidak dilaporkan di SPT dan diperiksa, sudah pajak masukan itu hangus. Sekarang boleh silakan sesuai bukti faktur yang ada, tidak ada deemed," ujar Yoga.
Terakhir, Pasal 9 ayat (9c) UU PPN s.t.d.t.d UU Cipta Kerja untuk mengkreditkan pajak masukan yang ditagih dengan surat ketetapan pajak (SKP).
"Misal ada PPN jasa luar negeri tidak sempat disetor, ditagih, dan dikeluarkan SKP. Oke silakan bayar saja pokok pajak plus sanksinya, pokok pajaknya tadi yang ditagih silakan dikreditkan," ujar Yoga.
Tanpa UU Cipta Kerja, pajak masukan yang ditagih menggunakan SKP tidak dapat dikreditkan. (sap)