Penyuluh Pajak Ahli Madya Ditjen Pajak (DJP) Eko Ariyanto memaparkan materi mengenai CRM.
JAKARTA, DDTCNews – Compliance risk management (CRM) diyakini akan menciptakan kepatuhan pajak yang berkelanjutan.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Ditjen Pajak (DJP) Eko Ariyanto mengatakan dengan CRM, wajib pajak akan mendapatkan perlakuan yang berbeda sesuai dengan profil risikonya. Kondisi ini berbeda dibandingkan dengan sebelum CRM diimplementasikan.
"Sebelum CRM, semua identifikasi wajib pajak itu sama. Antara wajib pajak patuh dan tidak patuh itu mendapatkan perlakuan yang sama," ujar Eko dalam webinar yang diselenggarakan DJP, Kamis (17/6/2021).
Dengan adanya pengolahan data dari pertukaran informasi atau exchange of information (EOI) dalam CRM, setiap wajib pajak akan dipetakan secara sistematis, terukur, dan objektif sesuai dengan best practice internasional serta berdasarkan skor dan bobot tertentu. Simak pula 'Apa Itu CRM?'.
Pelayanan yang diberikan otoritas kepada wajib pajak juga akan menjadi lebih adil. Pada saat bersamaan, DJP juga dapat mengalokasikan sumber daya manusia (SDM) secara lebih efektif dan efisien.
Nantinya, profil risiko wajib pajak akan dicermati, terhitung sejak wajib pajak melakukan pendaftaran. Pajak dan penghasilan yang dilaporkan, pajak yang dibayarkan, serta kebenaran dari laporan wajib pajak juga akan menjadi faktor penentu profil risiko wajib pajak.
Berdasarkan pada informasi tersebut, wajib pajak dapat dikategorikan ke dalam 4 profil risiko yakni patuh, ingin patuh tetapi gagal patuh, tidak patuh, atau tidak mau patuh dan melawan hukum.
CRM ini nantinya akan digunakan untuk mendukung 6 fungsi, yakni fungsi pemeriksaan dan pengawasan, fungsi penagihan, fungsi ekstensifikasi, fungsi keberatan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan.
Dengan adanya CRM dan relaksasi perpajakan yang telah diberikan negara melalui UU 11/2020, kepatuhan sukarela wajib pajak diharapkan dapat meningkat. (kaw)