Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Bagi wajib pajak yang terlambat melaporkan surat pemberitahuan (SPT) bisa mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi berupa denda.
Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II Ditjen Pajak (DJP) Ilmiantio Himawan mengatakan wajib pajak yang telambat melaporkan SPT memang akan dikenai denda Rp100.000 (orang pribadi) dan Rp1 juta (badan). Namun, sanksi itu bisa dihapus dengan sejumlah syarat.
"Dalam ketentuan umum perpajakan ada yang namanya pengajuan untuk permohonan penghapusan sanksi administrasi," katanya dalam acara Radio Talkshow ‘Hadapi Corona, Pemerintah Beri Fasilitas dan Perluas Insentif Pajak’, Selasa (12/5/2020).
Ilmiantio menjelaskan wajib pajak dapat keringanan sanksi administrasi melalui cara pengurangan dan penghapusan. Untuk mendapatkannya, wajib pajak harus mengajukan permohonan penghapusan sanksi kepada KPP terdaftar.
Pengajuan permohonan ini harus didahului dengan terbitnya surat tagihan pajak (STP). Dalam STP inilah, nilai sanksi administrasi berupa denda diberikan kepada wajib pajak. Simak artikel ‘Telat Lapor SPT, Mau Bayar Denda? Tunggu Ini Dulu dari KPP DJP’.
Dalam Pasal 36 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) disebutkan Dirjen Pajak, karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak, dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Langkah ini bisa ditempuh dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya.
Ilmiantio mengatakan banyak wajib pajak yang terhambat dalam pelaporan SPT tahunan karena ada pandemi Covid-19. Salah satunya dikarenakan wajib pajak tidak bisa mendapatkan pelayanan konsultasi langsung. Selain itu, tempat tinggal tidak terjangkau internet sehingga tidak bisa mengakses layanan e-Filing.
"Dalam permohonan penghapusan sanksi ada beberapa hal yang harus dilakukan seperti menyebutkan alasan kenapa minta penghapusan sanksi misalnya ada kendala teknis. Hal tersebut bisa menjadi pertimbangan Kanwil DJP untuk bisa memberikan diskresi berupa penghapusan," ungkapnya.
Ilmiantio tidak memungkiri hambatan yang dialami wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan karena adanya pandemi Covid-19. Edukasi juga terus dilakukan DJP meskipun masih ada hambatan karena jumlah petugas pajak yang bisa melayani wajib pajak belum merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Setiap tahunnya edukasi menjadi program kehumasan DJP, tapi memang rasio wajib pajak dengan fiskus masih timpang. Untuk beberapa wilayah kerja KPP itu sangat luas bisa mencakup 2 sampai 3 kabupaten," imbuhnya. (kaw)