Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo.
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo meminta pemerintah untuk dapat memberikan perhatian khusus terhadap kinerja rasio pajak (tax ratio).
Andreas mengatakan peningkatan penerimaan pajak dan tax ratio memerlukan extra effort. Terlebih, berdasarkan laporan OECD, tax ratio Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia dan Pasifik.
"Sesuai dengan laporan OECD tentang Revenue Statistics in Asia-Pacific 2022 disebutkan, tax ratio Indonesia berada di urutan ketiga terbawah di atas Bhutan dan Laos," katanya dalam rapat bersama antara Komisi XI dan pemerintah, Senin (5/9/2022).
Andreas menuturkan pemerintah bersama parlemen memiliki tugas bersama untuk mengubah tren rendahnya tax ratio ini. Berbagai kelemahan yang menyebabkan tax ratio rendah perlu diidentifikasi pemerintah bersama DPR dalam rapat panitia kerja (panja).
Sementara itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut tax ratio Indonesia dalam artian luas sebenarnya mencapai 13%. Meski demikian, catatan tersebut juga masih cenderung lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
"Dalam hitungan kami tax ratio perpajakan saat ini sebesar 10%, ditambah PNBP 1,5%, dan pajak daerah 1,5%. Jadi 13% sebetulnya, memang termasuk rendah bila dibandingkan dengan negara lain," ujarnya.
Suryo menjelaskan DJP akan terus melakukan reformasi perpajakan, baik dari sisi regulasi melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) maupun perbaikan proses bisnis melalui pengembangan coretax administration system.
DJP, lanjutnya, juga memiliki 2 pekerjaan utama yang terus dilakukan, yaitu pengawasan kepatuhan material atas tahun-tahun pajak sebelumnya dan pengawasan atas pembayaran masa pada tahun pajak berjalan.
Dia berharap pengawasan atas kepatuhan wajib pajak ini dapat menciptakan basis penerimaan pajak yang lebih kuat dari waktu ke waktu dan meningkatkan tax ratio. (rig)