INSENTIF PAJAK

Seberapa Efektif Insentif Pajak Dorong Orang Beli Mobil? Ini Surveinya

Dian Kurniati | Kamis, 15 Oktober 2020 | 10:53 WIB
Seberapa Efektif Insentif Pajak Dorong Orang Beli Mobil? Ini Surveinya

Chief Economist PT Danareksa (Persero) Moekti Prasetiani Soejachmoen (paling kiri bawah) dalam webinar Indonesia Development Forum 2020, Rabu (14/10/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)

JAKARTA, DDTCNews – Danareksa Research Institute (DRI) menyebutkan insentif pajak untuk menurunkan harga mobil baru tidak terlalu efektif mendorong masyarakat membeli mobil.

Chief Economist PT Danareksa (Persero) Moekti Prasetiani Soejachmoen mengatakan survei DRI menunjukkan hanya 27%—28% masyarakat yang ingin membeli mobil di tengah pandemi Covid-19, baik mobil baru maupun bekas.

Andai rencana insentif pajak diwujudkan, lanjutnya, hanya mengalihkan rencana masyarakat dari membeli mobil bekas menjadi mobil baru.

Baca Juga:
Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

"Jadi sebenarnya memang dia sudah butuh mobil, tapi yang tadinya hanya mampu membeli mobil bekas, sekarang karena turun harga menjadi beli mobil baru," katanya dalam webinar Indonesia Development Forum 2020, dikutip Kamis (15/10/2020).

Moekti memerinci hasil surveinya. Dari 27%—28% responden yang ingin membeli mobil, sekitar 20% ingin membeli mobil baru dan 8% ingin membeli mobil bekas. Sementara itu, 73% responden menyatakan tidak berminat membeli mobil saat pandemi.

Jika harga mobil turun, sekitar 80% responden yang ingin membeli mobil bekas menyatakan mau beralih membeli mobil baru. Namun, mereka berharap penurunan harga dapat mencapai 25%—35% pada masing-masing kelas mobil.

Baca Juga:
Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Selanjutnya, responden yang awalnya tak berminat membeli mobil, sekitar 30% di antaranya menyatakan tertarik membeli mobil apabila terdapat penurunan harga atau diskon sekitar 25%—35% pada masing-masing kelas mobil.

"Ternyata, dengan penurunan harga pun peningkatan demand enggak terlalu banyak," ujar Moekti.

Dia menilai pemerintah tidak cukup hanya mengandalkan insentif pajak untuk meningkatkan pembelian mobil baru. Di tengah era digitalisasi saat ini, mobil hanya menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan tersier masyarakat.

Baca Juga:
DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Apalagi, pandemi Covid-19 mengharuskan masyarakat tetap berada di rumah dan mobilitas orang berkurang. Situasi tersebut lantas menyebabkan kebutuhan masyarakat membeli mobil sangat rendah.

"Masih banyak kebutuhan lain yang perlu dipenuhi sebelum kita masyarakat membeli mobil," tutur Moekti.

Untuk diketahui, Kementerian Perindustrian mengusulkan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan pajak pertambahan nilai (PPN) pada mobil baru kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mendorong pembelian mobil baru.

Tak hanya itu, Kemenperin juga meminta Kementerian Dalam Negeri mendorong pemerintah daerah membebaskan pajak daerah mobil baru seperti bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) dan pajak kendaraan bermotor (PKB). (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

15 Oktober 2020 | 11:10 WIB

Pemerintah harus segera mengeluarkan kepastian atas insentif ini, baik itu dapat atau tidaknya insentif yang akan di sampaikan. hal ini keterkaitan dengan konsumen yang akan membeli, tidak menunda pembeliannya sampai keputusan atas insentif diterbitkan, karena akan berdampak kepada showroom yang menjual kendaraan baru atau kendaraan bekas. Tks.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 15:14 WIB KEBIJAKAN MONETER

Antisipasi Risiko Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024