OMNIBUS LAW CIPTA KERJA

RUU Omnibus Law Cipta Kerja Dinilai Tak Menarik untuk Asing

Dian Kurniati | Kamis, 27 Februari 2020 | 19:15 WIB
RUU Omnibus Law Cipta Kerja Dinilai Tak Menarik untuk Asing

JAKARTA, DDTCNews - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja tak cukup menarik untuk mendatangkan investor asing ke Indonesia seperti yang diinginkan pemerintah.

Menurut Faisal, draf RUU Cipta Kerja lebih banyak berisi tentang perizinan berusaha, tenaga kerja, dan pengadaan lahan. Padahal investor asing lebih sering menyoroti isu korupsi dan ruwetnya birokrasi pemerintah Indonesia. Ia juga menilai aliran investasi asing ke Indonesia tergolong bagus meski tanpa Omnibus Law Cipta Kerja.

"Investasi kita itu tidak jelek-jelek amat. Investasi tidak turun, bahkan naik di atas rata-rata negara yang menjadi pesaing kita. Jadi siapa yang diuntungkan? Korporasi dalam negeri," katanya di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Baca Juga:
Omnibus Law Disetujui DPR, Ketentuan Pajak di Negara Ini Direvisi

Dia menambahkan pengusaha asing kebanyakan tak terlalu mempermasalahkan isu perburuhan di Indonesia. Adapun soal penyediaan lahan, Faisal menilai mereka justru menerapkan standar lingkungan yang lebih ketat ketimbang Indonesia.

Faisal menyebut upaya pemerintah memperbesar investasi asing dengan RUU Cipta Kerja sebagai kebijakan yang keliru. Menurutnya, strategi paling efektif mendatangkan investor asing adalah dengan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi dan membenahi birokrasi pemerintah.

Dia kemudian menilai RUU Cipta Kerja lebih ditujukan untuk memberi banyak menguntungkan pada pengusaha lokal. Alasannya, isu buruh hingga lahan selama ini lebih banyak dikeluhkan oleh pengusaha di dalam negeri yang menginginkan keuntungan maksimal.

Baca Juga:
Tepis Isu Soal Mundurnya Menteri, Jokowi: Ya Namanya Bulan Politik

Jika tak mungkin menarik RUU Cipta Kerja yang terlanjur dikirimkan pada DPR, Faisal meminta pemerintah lebih berhati-hati sebelum beleid itu disahkan. Ia ingin pemerintah dan DPR sama-sama memastikan RUU itu berpihak pada masyarakat.

Adapun pada draf RUU yang dipublikasikan pemerintah, Faisal merasa kerugian terbesar justru akan ditanggung buruh, masyarakat dalam bentuk kerusakan lingkungan, dan pemerintah daerah yang kewenangannya diambil pemerintah pusat. "Omnibus law ini memang ada urgensinya, tapi bukan urgensi rakyat kecil," ujarnya.(Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pemprov Kaltim Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Ini Perinciannya

Jumat, 19 April 2024 | 10:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Jelang Deadline, DJP Ingatkan WP Segera Sampaikan SPT Tahunan Badan

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali

Jumat, 19 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc