Pertanyaan:
PERKENALKAN, nama saya Fitri. Perusahaan tempat saya bekerja melakukan penjualan atas berbagai barang yang termasuk dalam kategori barang kena pajak (BKP). Selama ini, kami memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas penjualan BKP tersebut.
Namun, sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), beberapa dari BKP tersebut mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Berkaitan dengan kondisi ini, saya ingin bertanya tentang bagaimana PPN yang sudah terlanjur kami pungut? Terima kasih.
Jawaban:
TERIMA kasih Ibu Fitri atas pertanyaannya. Memang benar bahwa sejak diberlakukannya UU HPP, terdapat beberapa penyesuaian yang ditetapkan oleh pemerintah terkait PPN. Salah satu penyesuaian yang ditemukan ialah adanya penambahan jenis barang dan jasa yang menerima fasilitas PPN dibebaskan.
Ketentuan lebih lanjut terkait dengan fasilitas PPN dibebaskan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean (PP 49/2022).
Pemberian fasilitas PPN dibebaskan dimaksudkan untuk mendukung keberhasilan sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional. Pemberian fasilitas PPN dibebaskan juga ditujukan untuk mengembangkan dunia usaha, membantu penanganan bencana alam nasional, melancarkan pembangunan nasional, dan lainnya.
Fasilitas PPN dibebaskan membuat penyerahan BKP dan/atau JKP menjadi terutang PPN tetapi tidak ada PPN yang dipungut atau disetorkan. Meskipun tidak ada PPN yang dipungut, fasilitas ini tidak menghapus kewajiban pengusaha kena pajak (PKP) untuk menerbitkan faktur pajak.
Sebab, pada hakikatnya, penyerahan BKP dan/atau JKP terutang PPN dan PKP wajib memungutnya. Kemudian, penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut menerima fasilitas PPN dibebaskan sehingga menghilangkan kewajiban untuk memungut PPN. Namun, kewajiban PKP untuk menerbitkan faktur pajak tidak gugur.
Dari segi administrasi, kode transaksi yang digunakan dalam penerbitan faktur pajak untuk PPN dibebaskan adalah 08. Selain itu, pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP tersebut tidak dapat dikreditkan. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 29 ayat (1) PP 49/2022.
Dalam kasus Ibu Fitri, perusahaan melakukan penjualan BKP dan memungut PPN atasnya. Namun, BKP tersebut menerima fasilitas pembebasan PPN sesuai dengan Pasal 16B UU HPP dan PP 49/2022. Perusahaan tentu perlu melakukan penyesuaian dengan adanya perubahan perlakuan PPN.
Lantas bagaimana dengan PPN yang selama ini terlanjur dipungut?
Mengacu pada Pasal 31 ayat (1) PP 49/2022, PPN yang terlanjur dipungut sejak 1 April 2022 sampai dengan sebelum diberlakukannya PP 49/2022 tetap wajib disetorkan ke kas negara. Adapun tanggal diberlakukannya PP 49/2022 adalah 12 Desember 2022. Selain itu, pajak masukan yang dibayar oleh PKP penjual atas perolehan BKP tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan.
Sementara itu, bagi pihak terpungut, terdapat 2 perlakuan. Pertama, jika pihak terpungut merupakan PKP maka PPN yang telah dibayarkan dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kedua, jika pihak terpungut merupakan non-PKP maka PPN yang telah dibayarkan menjadi pajak yang seharusnya tidak terutang. Atas kelebihan PPN yang seharusnya tidak terutang tersebut dapat diajukan pengembalian. Simak ‘Begini Cara Restitusi PPN yang Seharusnya Tidak Terutang’.
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.