RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa reklasifikasi pembayaran jasa teknik dan biaya bunga menjadi pembayaran dividen.
Sebagai informasi, wajib pajak merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan dan merupakan afiliasi dari perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan yang berdomisili di Amerika Serikat (X Co) dan Singapura (Y Co).
Dalam perkara ini, untuk mengembangkan bisnisnya, wajib pajak telah menerima jasa teknik dari X Co dan Y Co. Selain itu, wajib pajak juga melakukan pembelian hak pengelolaan usaha perhotelan di Indonesia. Adapun dana pembelian tersebut berasal dari pinjaman yang diberikan X Co.
Otoritas pajak menyatakan transaksi pemberian jasa teknis dan pinjaman yang dilakukan wajib pajak dengan X Co dan Y Co tidak wajar. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan reklasifikasi pembayaran jasa teknik dan bunga pinjaman menjadi pembayaran dividen.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan transaksi jasa teknik yang dilakukannya dengan X Co dan Y Co benar-benar dilakukan dan mencerminkan kewajaran. Selain itu, peminjaman sejumlah dana untuk pembelian hak pengelolaan hotel juga terbukti memberikan manfaat ekonomis. Dengan demikian, reklasifikasi pembayaran jasa teknik dan bunga menjadi pembayaran dividen yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan wajib pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Berdasarkan pada data dan fakta dalam persidangan, terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini.
Pertama, reklasifikasi pembayaran jasa teknik menjadi pembayaran dividen. Reklasifikasi tersebut dilakukan karena berdasarkan data dan fakta di persidangan, tidak ada kegiatan penyerahan jasa teknik dari X Co kepada wajib pajak.
Kedua, reklasifikasi pembayaran biaya bunga menjadi pembayaran dividen. Wajib pajak menyatakan peminjaman dana ke X Co untuk membeli membeli hak pengelolaan jaringan hotel di Indonesia.
Majelis Hakim menilai transaksi tersebut tidak wajar dan tidak memberikan manfaat ekonomis bagi wajib pajak. Oleh sebab itu, Majelis Hakim menyatakan transaksi tersebut sebenarnya adalah pembayaran dividen dan seharusnya dikenakan PPh Pasal 26.
Selanjutnya, terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menolak permohonan banding wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put.47845/PP/M.VI/13/2013 tanggal 22 Oktober 2013, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 5 Februari 2014.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi PPh Pasal 26 senilai Rp727.561.664 atas biaya jasa dan bunga yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan tidak sepakat dengan koreksi Termohon PK dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini terdapat 2 pokok sengketa. Pertama, reklasifikasi pembayaran jasa teknik menjadi dividen.
Berkaitan dengan pokok sengketa tersebut, Pemohon PK menyatakan tidak ada duplikasi jasa yang diberikan oleh X Co dan Y Co. Jasa yang diberikan X Co ke Pemohon PK adalah asistensi yang bersifat strategis dalam pengelolaan usaha dan standar operasional.
Sementara itu, jasa yang diberikan Y Co ke Pemohon PK ialah berupa jasa konsultasi agar pelaksanaan usaha berstandar global. Untuk membuktikan dalil ketiadaan duplikasi jasa dari pihak afiliasi, Pemohon PK dalam persidangan memberikan perincian perbedaan jasa yang diberikan.
Terhadap jasa yang diberikan tersebut, Pemohon PK berkewajiban untuk membayar jasa teknik kepada X Co dan Y Co. Adapun pembayaran jasa tekniks tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26.
Kedua, reklasifikasi pembayaran bunga menjadi dividen. Dalam perkara ini, Pemohon PK meminjam dana dari X Co untuk membeli hak atas pengelolaan jaringan hotel di Indonesia. Adapun pengelolaan jaringan hotel tersebut sebelumnya dimiliki oleh pihak lain dan Pemohon PK bermaksud membelinya.
Besaran harga pembelian atas hak pengelolaan jaringan hotel tersebut dihitung berdasarkan potensi penerimaan pada masa mendatang sampai berakhirnya kontrak. Penghitungan dilakukan oleh independent appraiser.
Oleh karena itu, pembayaran bunga yang dilakukan Pemohon PK kepada X Co sudah jelas berkaitan dengan kegiatan usahanya. Menurut Pemohon PK, transaksi tersebut telah mencerminkan prinsip kewajaran usaha karena menghasilkan tambahan penghasilan baginya.
Menurut Pemohon PK, atas transaksi pembayaran jasa teknik dan bunga tersebut tidak dapat direklasifikasi menjadi dividen. Pemohon PK tidak mungkin melakukan pembagian dividen, baik secara terbuka maupun terselubung, karena saldo laba ditahannya masih negatif (defisit).
Sebaliknya, Termohon PK menilai jasa teknik yang diberikan oleh X Co merupakan duplikasi dari jasa teknik yang telah diberikan oleh Y Co sebelumnya. Selain itu, menurut Termohon PK, jasa yang diberikan X Co ke Pemohon PK merupakan bentuk stewardship activity karena untuk kepentingan X Co sebagai induk perusahaan.
Transaksi yang dilakukan Pemohon PK dengan X Co dan Y Co tidak mencerminkan prinsip kewajaran usaha. Atas duplikasi jasa yang diberikan oleh pihak afiliasi tersebut, Termohon PK menilai pembayaran jasa teknik tersebut sebenarnya merupakan pembayaran dividen,
Lebih lanjut, Termohon PK juga menilai peminjaman sejumlah dana kepada X Co untuk pembelian hak pengelolaan jaringan hotel adalah hal yang tidak memiliki manfaat ekonomis dan tidak wajar dilakukan.
Oleh karena itu, peminjaman dana dan transaksi pembelian hak pengelolaan jaringan hotel yang dilakukan Pemohon PK tersebut tidak diakui Termohon PK. Dengan demikian, Termohon PK juga mereklasifikasi transaksi pembayaran bunga menjadi pembayaran dividen.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding tidak dapat dipertahankan. Terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan reklasifikasi pembayaran jasa teknik dan biaya bunga menjadi pembayaran dividen tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, transaksi yang dilakukan Pemohon PK dengan pihak afiliasi telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan memiliki manfaat ekonomis. Oleh sebab itu, koreksi Termohon PK dan Putusan Pengadilan Pajak harus dibatalkan.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, alasan-alasan permohonan PK cukup berdasar. Termohon PK menyatakan mengabulkan permohonan PK yang diajukan Termohon PK. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. Putusan PK ini diucapkan oleh Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 24 Juni 2015. (kaw)