CANBERRA, DDTCNews – Perusahaan tambang terbesar di dunia BHP Billiton telah menyelesaikan sengketa pajaknya dengan Australian Taxation Office (ATO) dengan membayar AUD529 juta atau senilai Rp5,6 triliun untuk periode 2003-2018.
Kepala Keuangan BHP Australia Peter Beaven menyebutkan pembayaran AUD529 juta tersebut merupakan pajak tambahan diluar jumlah pajak yang sudah dibayarkan kepada ATO pada masa tersebut sebesar AUD75 miliar.
“Penyelesaian kasus ini memberi kejelasan bagi BHP dan ATO terkait bagaimana pemajakan akan dinilai dan dibayarkan atas penjualan komoditas Australia,” katanya di Canberra, Senin (19/11).
Seperti diberitakan ABC Net, BHP dikabarkan telah membayar pajak sebesar AUD328 juta atau Rp3,5 triliun dari jumlah terutang. Namun perusahaan raksasa ini tetap bersikukuh bahwa pihaknya tidak terlibat dalam praktik penghindaran pajak melalui transfer pricing dispute.
Sengketa transfer pricing BHP berhubungan dengan jumlah pajak yang dibayarkan atas penjualan komoditas Australia melalui bisnis pemasaran di Singapura dan adanya dugaan pemindahan keuntungan ke luar negeri.
Sengketa pajak ini timbul sejak ATO menuduh BHP mengemplang pajak dengan cara memindahkan keuntungan perusahaan melalui kantor pemasaran Singapura. BHP bersikeras membantah tuduhan itu dan bersedia kasus tersebut dibawa ke pengadilan.
Sengketa ini timbul atas mark-up margin terhadap komoditas yang dijual ke kantornya di Singapura. BHP dituduh sengaja melakukan hal ini ke Singapura karena negara Singa itu memberlakukan insentif pajak hingga 0% dari sebelumnya 17%.
Kantor pemasaran BHP di Singapura menampung hasil penjualan bijih besi dan batu bara yang dijual oleh BHP Australia, selanjutnya komoditas tersebut dijual dengan mark-up tinggi ke Tiongkok dan negara lainnya.
Meski begitu kasus itu akhirnya dibawa ATO ke pengadilan, BHP mengklaim penjualan komoditas ke kantor pemasaran di Singapura dan menjualnya dengan margin tinggi ke negara lain merupakan kegiatan komersial dan sah. (Amu)