PMK 57/2023

PMK Baru, Sri Mulyani Ubah Aturan Akuntansi Kewajiban Utang

Redaksi DDTCNews | Rabu, 26 Juli 2023 | 15:54 WIB
PMK Baru, Sri Mulyani Ubah Aturan Akuntansi Kewajiban Utang

Salinan PMK 57/2023. 

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah peraturan terkait dengan kebijakan akuntansi pemerintah pusat.

Perubahan itu dilakukan melalui PMK 57/2023. Beleid yang mulai berlaku pada 24 Mei 2023 tersebut menjadi perubahan atas PMK 231/2022. Melalui PMK 57/2023, otoritas fiskal ingin memberikan kepastian hukum penyempurnaan peraturan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan.

“Untuk memberikan kepastian hukum penyempurnaan pengaturan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan atas kebijakan akuntansi kewajiban utang berdasarkan standar akuntansi pemerintahan di lingkungan pemerintah pusat,” bunyi penggalan bagian pertimbangan PMK 57/2023.

Baca Juga:
Pembukuan Akuntansi Sederhana, Pelaku UKM Bisa Pakai Ini

Melalui PMK 57/2023, Kementerian Keuangan mengubah ketentuan Bab XI Kebijakan Akuntansi Kewajiban/Utang dalam Lampiran PMK 231/2022. Adapun kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak yang terjadi pada masa lalu.

Mengutip lampiran tersebut, kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. Kewajiban diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.

Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan akan dibayar kembali atau jatuh tempo dalam waktu 12 bulan setelah tanggal neraca. Sementara untuk kewajiban jangka panjang, jatuh temponya dalam waktu lebih dari 12 bulan setelah tanggal neraca.

Baca Juga:
Piutang Kepabeanan-Cukai Capai Rp46 Triliun, DJBC Optimalkan Penagihan

Dalam PMK 57/2023, kewajiban jangka pendek terdiri atas 9 jenis. Jumlah tersebut berkurang dibandingkan ketentuan sebelumnya 10 jenis. Kewajiban masa lalu program tabungan hari tua (THT)/unfunded past service liability (UPSL) tidak lagi masuk kelompok jenis kewajiban jangka pendek.

Dalam PMK 57/2023, kewajiban kekurangan pendanaan program THT/UPSL atas program THT masuk menjadi salah satu jenis kewajiban jangka panjang. Dengan demikian, kewajiban jangka panjang bertambah dari sebelumnya 10 menjadi 11 jenis.

Jenis-jenis kewajiban jangka pendek antara lain:

Baca Juga:
Posisi Utang Pemerintah Capai Rp8.262,1 Triliun pada Akhir Maret 2024
  • utang transfer;
  • utang bunga;
  • utang kepada pihak ketiga;
  • utang perhitungan fihak ketiga;
  • bagian lancar utang jangka panjang;
  • utang jangka pendek lainnya, yang terdiri atas pendapatan diterima di muka, utang biaya, dan kewajiban pada pihak lain;
  • surat perbendaharaan negara;
  • kewajiban diestimasi; dan
  • kewajiban kontijensi.

Jenis-jenis kewajiban jangka panjang antara lain:

  • pinjaman luar negeri;
  • pinjaman dalam negeri;
  • utang obligasi/surat utang negara (SUN);
  • utang surat berharga syariah negara (SBSN);
  • utang pembelian cicilan;
  • kewajiban kemitraan;
  • utang jangka panjang lainnya;
  • kewajiban yang timbul berdasarkan tuntutan hukum;
  • kewajiban pemerintah terkait program pensiun;
  • kewajiban atas kebijakan pemerintah; dan
  • kewajiban kekurangan pendanaan program THT/UPSL THT.

Adapun kewajiban kekurangan pendanaan program THT/UPSL THT merupakan kewajiban masa lalu untuk program THT yang belum terpenuhi sesuai dengan kriteria dalam peraturan menteri keuangan mengenai tata cara perhitungan, pengakuan, dan pembayaran UPSL Program THT.

Kewajiban UPSL THT diakui oleh pemerintah pada saat ditetapkan besaran dana UPSL THT oleh Kementerian Keuangan. Kewajiban UPSL THT diukur sebesar nilai yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

Baca Juga:
Dapat ‘Surat Cinta’, Perwakilan WP Badan Ajukan Konsultasi dengan AR

“Tata cara perhitungan kewajiban UPSL berpedoman pada peraturan menteri keuangan mengenai tata cara perhitungan, pengakuan, dan pembayaran UPSL program THT,” bunyi penggalan Lampiran PMK 231/2022 s.t.d.d PMK 57/2023.

UPSL THT disajikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun, ada pengecualian. Jika rencana penyelesaian kewajibannya kurang dari atau sampai dengan 12 bulan sejak tanggal pelaporan maka dikelompokkan sebagai bagian lancar kewajiban jangka panjang (kewajiban jangka pendek). (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 02 Mei 2024 | 13:13 WIB LAPORAN KEUANGAN

Pembukuan Akuntansi Sederhana, Pelaku UKM Bisa Pakai Ini

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:21 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Piutang Kepabeanan-Cukai Capai Rp46 Triliun, DJBC Optimalkan Penagihan

Selasa, 30 April 2024 | 09:00 WIB KINERJA FISKAL

Posisi Utang Pemerintah Capai Rp8.262,1 Triliun pada Akhir Maret 2024

Minggu, 28 April 2024 | 11:30 WIB KPP PRATAMA PENAJAM

Dapat ‘Surat Cinta’, Perwakilan WP Badan Ajukan Konsultasi dengan AR

BERITA PILIHAN
Jumat, 03 Mei 2024 | 12:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Rasio Audit WP Berkulit Hitam 4 Kali Lebih Besar, IRS Lakukan Ini

Jumat, 03 Mei 2024 | 11:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Dekati Implementasi Penuh NPWP 16 Digit, Belum Ada Update e-Faktur

Jumat, 03 Mei 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Begini Penentuan Tempat Tinggal saat Pendaftaran NPWP Orang Pribadi

Jumat, 03 Mei 2024 | 10:15 WIB LAYANAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Bea Cukai Terima 6.637 Permohonan Keberatan Selama Kuartal 1/2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 10:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Begini Proyeksi OECD soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 dan 2025

Jumat, 03 Mei 2024 | 09:00 WIB TARIF BEA KELUAR CPO

Tarif Bea Keluar CPO Tetap US$52 per Ton pada Bulan Ini