SEOUL, DDTCNews – Dewan Majelis Nasional Korea Selatan telah sepakat untuk menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) pada perusahaan teknologi raksasa milik Amerika Serikat (AS). Operasional Google, Facebook, Airbnb dan Amazon Web Service (AWS) akan dikenakan PPN mulai 1 Juli 2019.
Berdasarkan amandemen UU PPN, tarif yang berlaku pada perusahaan raksasa asing yakni 10% atas penyediaan layanan digital seperti iklan online, cloud computing dan online-to-offline services. Kabarnya, PPN 10% akan menambah penerimaan negara sebesar KRW400 miliar (senilai Rp5,16 triliun) per tahun.
“Dalam amandemen UU PPN, pemajakan hanya berlaku bagi perusahaan asing yang menyediakan layanan business-to-consumer, sedangkan business-to-business (B2B) tidak dikenakan PPN. Namun Majelis Korea Selatan berencana untuk kembali membahas skema B2B agar dikenakan PPN,” demikian laporan dari Korea Melansir Business Korea, Rabu (12/12).
Pembahasan skema B2B yang direncanakan untuk dikenakan PPN ini berkaitan dengan transaksi B2B antara perusahaan teknologi global dengan perusahaan domestik. Hal ini bertujuan untuk memberi kesetaraan dalam pengenaan PPN atas setiap transaksi.
Adapun, pengenaan PPN pada sejumlah layanan itu semakin melengkapi kewajiban perusahaan teknologi multinasional yang saat ini hanya setor pajak atas layanan elektronik seperti permainan, klip video dan perangkat lunak. Ke depannya, iklan di Youtube dan cloud computing services AWS akan dikenakan PPN 10% sesuai dengan keuntungan yang diperoleh.
Di samping itu, amandemen UU PPN juga untuk mendorong Google dan perusahaan raksasa lainnya agar membayar pajak sesuai dengan aturan. Pasalnya, Google memperoleh keuntungan yang cukup besar selama operasionalnya di Korea Selatan, tapi tetap berupaya untuk menghindari pajak.
Upaya penghindaran pajak Google tercermin pada perolehan omzet sebanyak KRW4,9 triliun (senilai Rp63,69 triliun) atas penjualan di Korea Selatan pada tahun 2017. Namun Google hanya membayar pajak perusahaan senilai KRW20 miliar (setara Rp259,96 miliar). (Amu)