Manager Transfer Pricing DDTC Pretty Wulandari (kiri) dan Senior Specialist Transfer Pricing DDTC Verawaty saat memberikan paparan dalam webinar bertajuk ‘Transfer Pricing: Fair Trade and Tax Consequences’, Kamis (24/9/2020)
JAKARTA, DDTCNews—Di tengah makin mudahnya transaksi lintas negara, transfer pricing atau kebijakan harga transfer dalam suatu transaksi antar perusahaan dinilai memiliki peranan yang makin penting, terutama dalam konteks perpajakan.
Manager Transfer Pricing DDTC Pretty Wulandari mengatakan praktik transfer pricing saat ini sudah makin meningkat dan kompleks. Tak sedikit stakeholder yang memiliki kepentingan terkait dengan transfer pricing ini, mulai dari pemerintah, perusahaan multinasional, hingga organisasi internasional.
"Negara punya concern untuk tidak kehilangan potensi penerimaan pajak akibat perdagangan internasional dan transaksi lintas batas yurisdiksi," katanya dalam webinar bertajuk ‘Transfer Pricing: Fair Trade and Tax Consequences’, Kamis (24/9/2020).
Dalam webinar yang diselenggarakan Tax Center FEB Universitas Trunojoyo Madura itu, Pretty menuturkan otoritas pajak dari berbagai negara berupaya tetap menjaga basis pajaknya dengan mencegah potensi tax avoidance atau tax evasion.
Berbeda dengan pemerintah, perusahaan multinasional memiliki kepentingan untuk dapat mengoptimalkan laba yang didapatkan dari operasi perusahaan multinasional baik secara grup maupun secara entitas.
Untuk itu, setiap perusahaan multinasional melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi biaya dan memaksimalkan laba melalui beberapa langkah efisiensi, termasuk efisiensi beban pajak.
"Pada dasarnya, perusahaan multinasional dapat melakukan tax planning, yaitu bagaimana entitas tetap membayar pajak sesuai ketentuan tapi secara grup tetap mampu mengoptimalkan labanya," ujar Pretty.
Namun demikian, transfer pricing dalam hal perpajakan seringkali dikonotasikan sebagai hal yang negatif. Hal ini disebabkan mekanisme transaksi antarpihak terafiliasi dimanfaatkan oleh perusahaan multinasional untuk secara sengaja menggerus penghasilan kena pajak melalui transaksi-transaksi afiliasi lintas batas negara.
Merujuk pada United Nations (UN) Transfer Pricing Manual, transfer pricing sesungguhnya memiliki definisi yang netral. UN Transfer Pricing Manual mendefinisikan transfer pricing sebagai penetapan harga atas transaksi yang melibatkan pihak yang terafiliasi.
Dengan kata lain, transfer pricing tidak selalu terkait dengan praktik tax avoidance sepanjang transaksi antarentitas yang terafiliasi tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
"Bagaimana taxable income di akhir itu bisa sekecil mungkin, ini yang seharusnya tidak dibenarkan dalam hal perpajakan. Ini yang menimbulkan konotasi negatif dalam transfer pricing," tutur Pretty.
Dalam perkembangannya, organisasi internasional seperti UN dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) makin aktif dalam menciptakan suatu panduan atau soft law mengenai transfer pricing.
Soft law mengenai transfer pricing muncul disebabkan operasi perusahaan multinasional yang makin mengglobal. Selain itu, isu mengenai penggerusan basis pajak di dalam transfer pricing itu juga ikut mendorong kemunculan soft law tersebut.
Panduan yang dibuat oleh organisasi internasional juga telah diadopsi oleh berbagai negara, termasuk Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 213/2016 yang mengadopsi panduan dari OECD.
"Ketentuan mengenai transfer pricing antarpihak yang terafiliasi sudah semakin detail dan diarahkan untuk bagaimana melakukan transaksi dengan pihak afiliasi secara wajar," kata Pretty.
Sementara itu, Senior Specialist Transfer Pricing DDTC Verawaty mengatakan kewajiban perusahaan multinasional untuk menyusun dokumentasi transfer pricing tidak perlu dipandang sebagai beban.
Meski penyusunan dokumentasi transfer pricing atau TPDocs memerlukan waktu yang panjang dan effort yang besar, wajib pajak sesungguhnya diuntungkan dengan kewajiban penyusunan TPDocs tersebut.
"Sebenarnya dokumentasi transfer pricing bisa menjadi amunisi atau preparation untuk dapat menjelaskan secara tepat dan detail mengenai bisnis wajib pajak sehingga otoritas dapat lebih memahami bisnis wajib pajak secara komprehensif. Dengan ini sengketa transfer pricing dapat diminimalkan," ujar Verawaty. (rig)