Ilustrasi
SEOUL, DDTCNews—Pemerintah Korea Selatan telah memulai diskusi untuk memajaki layanan video online, yang disebut ‘YouTube Tax’ dengan merevisi Undang-Undang Dana Pengembangan Komunikasi.
Kementerian Sains dan Teknologi Informasi dan Komunikasi baru-baru ini meminta Lembaga Penelitian Legislasi Korea Selatan untuk meneliti tentang tren pajak digital di luar negeri, termasuk pajak YouTube, dan pemajakan beberapa transaksi aplikasi domestik.
“Pemeritah akan fokus pada rencana merevisi Undang-Undang Dana Pengembangan Komunikasi, untuk memasukkan YouTube dan penyedia layanan over-the-top (OTT) lain sebagai salah satu basis pajak,” ungkap informasi resmi yang dikutip Kamis (16/8/2019).
Sebelum adanya layanan video online, pemerintah mengenakan biaya rilis untuk semua saluran TV. Biaya rilis adalah retribusi yang dibayarkan setiap tahun oleh saluran TV untuk mempromosikan industri penyiaran dan komunikasi.
Pasar penyiaran semakin berubah menuju sistem online. Karena itu, untuk menutup kekurangan pendapatan di sektor biaya rilis, pemerintah menyerukan untuk mengenakan pajak pada penyedia layanan OTT seperti YouTube dan Netflix.
YouTube memiliki pangsa pasar video online yang sangat besar, dan diperkirakan menghasilkan ratusan miliar won dalam pendapatan tahunan dari iklan dan produk lain di Korea. Pada paruh pertama tahun lalu, penjualan iklan video Korea Selatan saja mencapai ₩116,9 miliar setara dengan Rp1,3 triliun.
Seperti dilansir koreabizwire.com, beberapa pihak menyayangkan Google Inc, yang mengoperasikan YouTube, membayar pajak jauh lebih sedikit dari penghasilannya. Di sisi lain, Google telah membayar sekitar ₩20 miliar setara dengan Rp235 miliar dalam bentuk pajak kepada otoritas pajak Korea Selatan pada 2017.
Seorang pejabat pemerintah yang enggan dikutip identitasnya mengatakan, “Langkah ini sejalan dengan diskusi kami tentang pengenaan pajak dan dana untuk perusahaan teknolog multinasional, yang didasarkan pada kasus Google." (MG-dnl/Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.