Ilustrasi.
JEFFERSON, DDTCNews – Rencana penerapan pajak atas penggunaan telepon seluler prabayar mendapat respons pro dan kontra. Kabarnya, hasil pemajakan tersebut ditujukan untuk mendanai layanan telepon darurat 911.
Perwakilan Asosiasi Konsultan Penman and Winton Missouri D. Scott Penman menyebutkan Missouri menjadi salah satu negara bagian yang tidak mendanai layanan 911 melalui pajak dari penggunaan telepon seleluler prabayar.
"Seluruh perangkat yang digunakan untuk menelepon dan di mana pun berada, kami harus menemukan data penelepon untuk dipajaki," ujarnya di Jefferson, Selasa (1/1).
Pajak ini sejatinya telah dibuat pada tahun 1999 dan 2002 dengan tarif bulanan hingga US$0,5 (Rp7.242). Sayangnya, kebijakan ini tidak mendapat dukungan yang kuat. Namun, kini kebijakan serupa muncul dengan tarif US$1 (Rp14.492).
Menanggapi hal ini, Presiden Asosiasi Pengecer Missouri David Overfelt menilai skema pajak ini akan berdampak pada puluhan ribu penjual layanan telepon seluler, department store, pedagang grosis, serta beberapa pedagang lainnya.
“Belum tentu semua pedagang bisa segera mematuhi aturan yang berlaku, bahkan beberapa lainnya mungkin tidak menyadari adanya undang-undang yang baru mengenai pajak telepion seluler,” tuturnya melansir Miami Herald.
Kendati demikian, kebijakan terbaru ini akan memberi insentif pada pengecer untuk segera memungut pajak. Namun untuk bulan pertama, pengecer bisa memperoleh seluruh pendapatan yang diterima dari seluruh transaksinya.
Sementara mulai Februari 2019, negara bagian akan mendapat bagian dari pajak penggunaan seluler. Hingga akhirnya, dana tersebut akan terkumpul dan dimanfaatkan untuk mendanai layanan 911.
Di samping itu, seorang pengacara kota Warrenton Christopher Graville menegaskan Dewan Aldermen menolak kebijakan tersebut. penolakan ini didasari atas pengesahan distribusi pajak kepada pemerintah daerah tanpa dilakukan pemungutan suara rakyat dan berpotensi membebani masyarakat berpenghasilan rendah. (Amu)