PEMBATASAN kegiatan ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 0% menimbulkan permasalahan berupa tidak semua kegiatan ekspor JKP dikenakan PPN dengan tarif 0%. Padahal, pengenaan PPN atas JKP dengan tarif 0% dalam konteks perdagangan internasional untuk mengimplementasikan prinsip netralitas dan prinsip destinasi (destination principle).
Dengan adanya fakta bahwa ekspor JKP yang dikenakan PPN dengan tarif 0% di Indonesia hanya meliputi tiga jenis JKP seperti dapat dilihat dalam Gambar 1 di bawah ini, dapat dikatakan perlakuan PPN atas ekspor JKP di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan kedua prinsip di atas. Padahal, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang (UU) PPN dinyatakan bahwa sistem PPN Indonesia dimaksudkan untuk tidak mendistorsi ekonomi (prinsip netralitas) dan PPN merupakan pajak konsumsi di Daerah Pabean Indonesia (prinsip destinasi) yang artinya PPN dikenakan di tempat di mana barang atau jasa dikonsumsi.
Gambar 1 - Ketentuan PPN atas Ekspor Jasa di Indonesia
Pengenaan PPN dengan tarif standar (normal) atas ekspor JKP dikhawatirkan dapat menimbulkan pajak berganda. Apalagi, prinsip destinasi telah diterapkan oleh sebagian besar negara yang menerapkan PPN. Jadi, apabila Indonesia tidak menerapkan prinsip destinasi sesuai dengan konsep maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan adanya pajak berganda.
Hal tersebut kemudian dapat menyebabkan daya saing ekspor JKP Indonesia menjadi tidak kompetitif. Pengenaan PPN dengan tarif normal justru akan menciptakan halangan (barrier) dalam melakukan kegiatan ekspor JKP.
Lebih lanjut, pengenaan PPN dengan tarif normal atas ekspor JKP juga membuat harga jasa yang berasal dari Indonesia lebih mahal sehingga akan mendistorsi pilihan konsumen di pasar global. Ini dikarenakan penerapan PPN atas ekspor JKP dengan tarif 0% telah diimplementasikan oleh negara-negara di dunia dan merupakan suatu praktik internasional yang lazim diterapkan. Hal ini terlihat pada rezim PPN pada negara-negara berikut: Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, China, dan Australia.
Tabel 1 - Perbandingan Kebijakan PPN atas Ekspor JKP di Indonesia dengan Negara Lainnya
Sebagai ilustrasi, apabila atas transaksi ekspor JKP di Indonesia dikenakan PPN dengan tarif 10% maka pihak pembeli yang berada di luar negeri akan menanggung biaya tambahan 10% akibat pengenaan PPN atas ekspor di Indonesia. Hal tersebut jelas mempengaruhi keputusan ekonomi konsumen serta berpotensi akan timbulnya pengenaan pajak berganda atas satu objek yang sama sehingga pengenaan PPN tidak lagi bersifat netral.
Tidak mengherankan, apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, sampai akhir tahun 2014 Indonesia menduduki peringkat ketujuh dari sembilan negara ASEAN dalam hal pertumbuhan ekspor jasa, hanya di atas Singapura dan Malaysia (ASEANstats). Namun demikian, berdasarkan data Bank Dunia, walaupun pertumbuhan ekspor jasa Indonesia lebih tinggi dari Malaysia dan Singapura, ekspor jasa kedua negara tersebut secara nominal lebih tinggi 20 kali lipat dan 60 kali lipat apabila dibandingkan dengan Indonesia (World Bank, 2016).
Solusi
Di balik pembatasan ketiga jenis ekspor JKP yang dikenakan tarif PPN 0%, terdapat kekhawatiran pemerintah akan adanya kebocoran penerimaan PPN akibat lemahnya pengawasan atas ekspor JKP tersebut. Bukan tanpa alasan, jasa cenderung memiliki perbedaan karakteristik dengan barang berwujud yang memiliki fisik yang dapat dipantau secara langsung sehingga penentuan proksi dan verifikasi atas tempat konsumsi atas jasa menjadi lebih sulit. Oleh karena itu, tidak seperti ekspor BKP, ekspor JKP sulit untuk dibuktikan kebenarannya.
Akan tetapi, kesulitan dalam medesain proksi dan kesulitan verifikasi dalam proses administrasi seharusnya jangan sampai mendistorsi penerapan prinsip destinasi yang telah tercantum secara jelas dalam sistem PPN di Indonesia.
Oleh karena itu, untuk pengenaan PPN dengan tarif 0% atas ekspor JKP diperlukan ketentuan yang secara tegas mengatur hal tersebut. Berikut beberapa rekomendasi dalam mengatur perlakuan PPN atas ekspor JKP:
“suatu JKP dianggap dimanfaatkan di luar Daerah Pabean apabila: