Rizki Aulia Harahap,
PADA 2008, mata uang digital Bitcoin yang berbasis teknologi blockchain diperkenalkan. Bitcoin langsung menjadi isu internasional. Teknologi blockchain ternyata memiliki potensi luar biasa untuk merevolusi proses bisnis melalui percepatan transfer data, informasi, dan transaksi.
Era digital tidak hanya mengubah hubungan wajib pajak dan otoritas pajak, tetapi cara membayar, mengirim, dan menyimpan informasi. Teknologi blockchain dapat menjadi terobosan bagi administrasi perpajakan untuk membuat sistem perpajakan menjadi lebih akurat, transparan, dan terpercaya.
Blockchain adalah buku besar terdistribusi. Komunikasi dalam jaringan dihubungkan dengan menggunakan kriptografi untuk identifikasi pengirim data dan penerima data. Terdapat dua jenis blockchain ledger, yaitu permission-less (public) ledger dan permissioned (private) ledger.
Mata uang digital (cryptocurrency) seperti Bitcoin dan Ethereum adalah permission-less ledger. Pada permissioned ledger, hanya pihak yang memiliki otorisasi akses yang bisa berpartisipasi. Permissioned ledger merupakan konsep yang tepat untuk aplikasi sektor publik karena menjamin kredibilitas.
Penerapan teknologi blockchain di sektor swasta meliputi berbagai bidang seperti hiburan, keterlibatan sosial, ritel, sewa mobil, supply chain dan logistik, asuransi, perawatan kesehatan, real estate, amal, dan jasa keuangan (Marr, 2018).
Di sisi lain, banyak negara melakukan eksperimen atau implementasi blockchain di bidang identitas, catatan personal, jasa keuangan, properti, supply chain, pelacakan aset, kontrak dan manajemen vendor, utilitas energi, voting, serta mitigasi dan penipuan (Berryhill, Bourgery, & Hanson, 2018).
Beberapa negara telah menjalankan eksperimen dan menerapkan teknologi blockchain di bidang perpajakan. Estonia misalnya, menerapkan sebuah sistem Keyless Signature Infrastructure (KSI) berbasis blockchain untuk keperluan administrasi perpajakan.
Kantor Pajak dan Bea Cukai Belanda melakukan riset smarter tax revenues untuk mendistribusikan uang pajak setelah dipotong dari gaji karyawan. Riset lain adalah tourist tax collection untuk pajak penghasilan berbasis cryptocurrency dari platform seperti AirBNB dan ditransfer ke dana pajak wisata.
Sementara itu, Kantor Pajak Denmark membangun proyek blockchain yang disebut Vehicle Wallet untuk melacak perpindahan kepemilikan mobil hingga pembayaran pajak atas kendaraan bermotor (Berryhill, Bourgery, & Hanson, 2018).
Biro Perpajakan Shenzhen di China menerapkan penerbitan faktur pajak berbasis blockchain untuk mengurangi biaya dan waktu pembuatan faktur serta memitigasi risiko kecurangan. Lebih dari 7.600 perusahaan di Shenzhen memiliki akses ke sistem faktur pajak berbasis blockchain.
Menurut survei World Economic Forum kepada eksekutif perusahaan teknologi di dunia, sebagian besar responden mengharapkan sistem administrasi dan pengumpulan pajak berbasis blockchain dapat diterapkan pertama kali oleh pemerintah sebelum 2025 (Miller & Seddon, 2017).
Potensi Penerapan
MELIHAT pengalaman berbagai negara itu, teknologi blockchain membuka peluang penerapan dalam sistem perpajakan Indonesia. Teknologi blockchain memiliki area potensial bagi sistem perpajakan dalam hal database wajib pajak, PPh karyawan, pajak pertambahan nilai, dan transfer pricing.
Terkait dengan database wajib pajak, sistem KSI di Estonia memungkinkan wajib pajak mengakses akun, memperbarui data, dan membayar pajak secara online. Untuk PPh karyawan, dapat membantu mengatasi distribusi pajak kepada berbagai pihak pemangku kepentingan secara otomatis.
Untuk transfer pricing, blockchain dapat secara komprehensif melacak aliran transaksi dan identitas semua pihak. Semua transaksi akan diberi stempel waktu, disegel secara kriptografis, dan hanya dapat dilihat oleh pihak yang memiliki akses ke jaringan sehingga meminimalisasi risiko gangguan (fraud).
Namun, karena teknologi blockchain masih dalam tahap awal pengembangan, pengenalan teknologi ini kepada sistem yang kompleks, seperti administrasi perpajakan, akan membutuhkan perubahan revolusioner dalam database dan sistem jaringan pemerintah.
Penerapan blockchain juga membutuhkan penyesuaian signifikan terhadap sistem hukum perpajakan, basis data, kekayaan intelektual, dan identitas hukum. Di sisi lain, manfaat teknologi blockchain bagi pemerintah khususnya untuk sistem perpajakan juga sangat besar.
Dalam jangka panjang, blockchain dapat menjadi faktor pendorong dalam mengimplementasikan proses pajak real-time terotomasi. Perkembangan blockchain telah menunjukkan banyak kemajuan dan manfaat, terutama di bidang jasa keuangan dan perbankan.
Ke depan, integrasi teknologi blockchain ke perpajakan dapat menjadi semakin masif di berbagai level. Untuk itu, pemerintah perlu bersiap dengan inisiatif yang memungkinkan terciptanya inovasi dengan membangun roadmap, pedoman, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
Pemerintah juga perlu mengembangkan kebijakan atau kerangka kerja untuk memandu batas-batas ekosistem blockchain dengan memberikan dukungan regulasi, mendefinisikan standar penerapan blockchain, serta menjamin keamanan dan privasi para pemangku kepentingan.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.