TAJUK PAJAK

Menghabisi Teror Shortfall

Redaksi DDTCNews | Kamis, 05 Januari 2017 | 12:54 WIB
Menghabisi Teror Shortfall Suasana di salah satu kantor pelayanan pajak di Jakarta. (Foto: DDTCNews)

BAGI sebagian aparatur sipil negara, Desember adalah bulan penuh berkah. Di bulan itu, kementerian dan lembaga umumnya melakukan berbagai macam kegiatan untuk menghabiskan anggaran. Kenikmatan itu sering bertambah karena ada hari libur dan biasanya juga cuti bersama.

Tapi untuk pegawai Ditjen Pajak (DJP), situasinya bisa sangat berbeda. Desember adalah hari-hari sibuk, hari-hari penuh ketegangan yang membuat tidak enak makan tidak enak tidur. Tak ada tempat untuk Desember ceria. Pendek kata, Desember adalah hari-hari penuh kegalauan.

Seorang kepala kanwil ditelepon pagi-pagi buta untuk ditanya capaian penerimaannya. Seorang fiskus pulang larut malam guna mempercepat penyelesaian tagihan dan tunggakan pemeriksaannya. Tenaga pelaksana di level terbawah pun tidak boleh protes karena kehilangan akhir pekannya.

Baca Juga:
Di FATF, Sri Mulyani Tegaskan Komitmen RI Perangi Kejahatan Keuangan

Mungkin itulah sebabnya, ada kantor pajak yang mengawali harinya dengan briefing tapi sebetulnya isinya hanya berdoa bersama. Ada yang setelah makan siang iseng bermain om telolet om dan bus challenge dengan kursi sambil ketawa-ketawa. Tak apa. Menteri dan para dirjennya toh ber-mannequin challenge saat jam kerja.

Memang pernah ada masa ketika kegalauan seperti itu sedikit ‘berkurang’. Yakni ketika ada pimpinan DJP yang sekonyong-konyong mengambil cuti awal Desember—sesuatu yang hampir dilarang, seperti pegawai maskapai penerbangan yang hampir dilarang cuti pada musim puncak liburan.

Tetapi itu masa beberapa tahun silam, saat tsunami demotivasi dan demoralisasi melanda DJP sedemikian kuatnya. Tentu kini suasananya berbeda. Remunerasi pegawainya sudah lebih tinggi. Jumlah pegawai lebih banyak. Target penerimaannya pun dipangkas menjadi lebih realistis.

Baca Juga:
Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Beri Penjelasan Soal Anggaran Bansos

Namun, yakinkah Anda bahwa akhir tahun ini, juga pada akhir tahun-tahun seterusnya, teror shortfall pajak yang mencengkeram para pegawai DJP setiap bulan Desember itu, yang membuat hari-hari tidak enak makan tidak enak tidur dan seterusnya tadi, dapat dihabisi dengan sendirinya?

***

JUJUR, teror itu belum hendak berakhir. Dengan realisasi penerimaan DJP di luar PPh migas per 31 Desember 2016 (unaudited) yang hanya mencapai Rp1.069 triliun, itu berarti harus ada pertumbuhan penerimaan sebesar 19% guna mencapai target setoran tahun 2017 sebesar Rp1.272 triliun.

Baca Juga:
Sri Mulyani: APBN 2025 Beri Ruang untuk Program Pemerintah Berikutnya

Faktanya dalam 8 tahun terakhir (2009-2016), pertumbuhan tahunan realisasi penerimaan DJP tidak pernah mencapai 19%, dan yang bisa melampaui level pertumbuhan alaminya hanya terjadi 3 kali, yaitu pada 2010, 2011, dan 2015, yang masing-masing tumbuh 14,8%, 17,6%, dan 12,6%.

Selebihnya, atau sebanyak 5 kali, terpuruk di bawah level pertumbuhan alaminya, yaitu 2009, 2012, 2013, 2014, dan 2016, dengan masing-masing tumbuh 0%, 10%, 12,9%, 8,4%, dan 5,7%. Sampai di sini, mau tidak mau kita harus melihat faktor-faktor lain yang memengaruhi penerimaan.

Dari sisi lingkungan makro, tidak banyak yang bisa diharapkan. Pertumbuhan ekonomi 2017 masih dalam tekanan karena harga komoditas dan permintaan global belum pulih. Konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah yang tertekan tiada lain adalah kabar buruk untuk penerimaan.

Baca Juga:
Sri Mulyani Sebut Bantuan Pangan Bukan Bagian dari Perlinsos

Dari sisi regulasi, juga tak banyak ada peluang. Beberapa loophole perpajakan seperti di lini e-commerce mungkin masih banyak yang bisa ditutup. Namun, nyaris mustahil mengharapkan UU Perpajakan disahkan sekaligus diberlakukan tahun ini, hingga secara simultan bekerja menggenjot penerimaan.

Harapan yang masih terbuka sebetulnya adalah progam tax amnesty periode III Januari-Maret ini, serta dioptimasikannya data basis pajak dari program tersebut. Kontribusi tax amnesty periode III itu tentu akan membantu, tetapi untuk mengotimasikan data basis pajak tentu masih butuh waktu.

Kita tahu, tidak mungkin mengharapkan hasil berbeda dari situasi yang sama. Tidak mungkin menghabisi teror shortfall pajak dengan jurus-jurus yang sama. Kita juga tahu apa rangkaian akibat yang ditimbulkan oleh shortfall pajak seperti itu. Kita sungguh tahu, ada sesuatu yang salah dalam perpajakan kita.


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 20 April 2024 | 16:30 WIB KEANGGOTAAN FATF

Di FATF, Sri Mulyani Tegaskan Komitmen RI Perangi Kejahatan Keuangan

Sabtu, 06 April 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Sri Mulyani: APBN 2025 Beri Ruang untuk Program Pemerintah Berikutnya

Jumat, 05 April 2024 | 18:34 WIB ANGGARAN NEGARA

Sri Mulyani Sebut Bantuan Pangan Bukan Bagian dari Perlinsos

BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 17:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Daftar IMEI di Bandara Bisa 24 Jam? Begini Kata Bea Cukai

Sabtu, 20 April 2024 | 16:45 WIB KEPATUHAN PAJAK

Periode SPT Badan Sisa Sepekan, Perusahaan Belum Operasi Tetap Lapor?

Sabtu, 20 April 2024 | 16:30 WIB KEANGGOTAAN FATF

Di FATF, Sri Mulyani Tegaskan Komitmen RI Perangi Kejahatan Keuangan

Sabtu, 20 April 2024 | 16:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ada Ketidakpastian, Sri Mulyani Yakin Ekonomi RI Sekuat Saat Pandemi

Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya