KEBIJAKAN PAJAK

Mempertahankan Kedaulatan Pajak di Era BEPS, Seperti Apa?

Denny Vissaro | Senin, 27 Juli 2020 | 12:45 WIB
Mempertahankan Kedaulatan Pajak di Era BEPS, Seperti Apa?

SELURUH negara di dunia mengalami tantangan dalam mempertahankan kedaulatan pajaknya. Semakin meningkatnya keterhubungan sistem pajak antarsatu yurisdiksi/negara dengan yurisdiksi lainnya menyebabkan suatu kebijakan pajak tidak dapat dirumuskan tanpa memperhitungkan kebijakan pajak di negara lain.

Jika suatu pemerintah bersikukuh menyelenggarakan sistem pajaknya secara independen, basis pajak negara tersebut dengan sendirinya akan beralih ke negara lain yang dianggap lebih ramah terhadap aktivitas ekonomi. Tak heran, berbagai akademisi menganggap kedaulatan pajak tersebut sebagai sesuatu yang delusional.

Dalam menyikapi nasib kedaulatan pajak masa kini, Sergio Andre Rocha dan Allisson Christians merajut berbagai pemikiran dari akademisi pajak internasional ke dalam suatu buku yang berjudul ‘Tax Sovereingy in the BEPS Era’.

Baca Juga:
Ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan di Bidang Cukai

Dalam karya tersebut, para pemikir pajak global mengusung upaya mempertahankan kedaulatan pajak dengan adanya kerjasama dan kolaborasi secara internasional.

Allsion mengakui setiap negara memiliki preferensi yang berbeda dalam meracik sistem pajaknya, termasuk soal mendesain sistem pajak sedemikian rupa untuk menggerus basis pajak dari negara lain. Jika dibiarkan, seluruh negara dapat terhanyut dalam kompetisi saling berebut basis pajak.

Dengan semangat untuk membalikkan kecenderungan tersebut, Allison cs percaya komitmen dan semangat yang sama akan memungkinkan basis pajak masing-masing negara akan lebih terjaga.

Baca Juga:
Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Reuven Avi-Yonah dan Xu, dalam salah satu bab buku tersebut, percaya Aksi BEPS yang disusun OECD merupakan langkah awal yang penting. Meski begitu, mereka menyangsikan ‘aksi’ solusi yang ditawarkan.

Alih-alih menawarkan gebrakan baru, paket kebijakan yang ditawarkan dalam Aksi BEPS tersebut justru memberikan rekomendasi yang hanya bersifat normatif dan sama sekali tidak solutif.

Mereka bahkan menganggap OECD tidak sepenuhnya netral. Misal, saat OECD meredefinisi permasalahan pajak internasional. Dalam perjalanannya, OECD justru meninggalkan hal itu begitu saja dan membiarkan diskusi yang relatif didominasi negara maju untuk mengambil langkah selanjutnya.

Baca Juga:
Jelang Implementasi Coretax, DJP Bakal Uji Coba dengan Beberapa WP

Bagaimanapun, setiap permasalahan pajak internasional modern, baik itu persoalan pajak digital, transaksi hybrid, penyalahgunaan Perjanjian Penghindaraan Pajak berganda (P3B), maupun praktik penggerusan basis pajak lainnya, semuanya membutuhkan penurunan ego dari setiap negara.

Masing-masing penulis di setiap bab menawarkan prinsip dan semangat yang serupa untuk setiap perumus kebijakan pajak, yaitu kerelaan untuk duduk bersama-sama dan mencari jalan keluar yang bersifat win-win solution.

Hal ini jauh lebih baik ketimbang masing-masing negara berilusi dengan kedaulatan pajaknya masing-masing, tetapi basis pajaknya terus tergerus. Sudah waktunya pengambil kebijakan di seluruh negara menganggap satu sama lain sebagai mitra untuk melawan ‘musuh’ yang sama, yaitu praktik penghindaran pajak.

Baca Juga:
Aturan Penyelesaian BKC yang Dirampas, Dikuasai, dan Jadi Milik Negara

Para pelopor reformasi kebijakan pajak yang berkontribusi dalam buku ini memberikan semangat yang sama, yaitu koordinasi pajak global suatu hal yang bisa dilakukan untuk kebaikan bersama.

Salah satu contoh yang dapat dijadikan pembelajaran adalah negara-negara anggota Uni Eropa. Mereka meyakini koordinasi pajak dapat membawa kebaikan bersama.

Meski banyak rintangan dan kesulitan, setiap negara dapat belajar dan memegang itikad baik untuk mencari solusi bersama. Buku ini cocok bagi praktisi dan akademisi pajak, terutama yang gemar mengaitkan ilmu perpajakan dengan politik internasional. Silakan kunjungi DDTC Library untuk menikmati buku ini!


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS CUKAI

Ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan di Bidang Cukai

Rabu, 24 April 2024 | 09:30 WIB KEANGGOTAAN OECD

Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Selasa, 23 April 2024 | 17:15 WIB REFORMASI PAJAK

Jelang Implementasi Coretax, DJP Bakal Uji Coba dengan Beberapa WP

Selasa, 23 April 2024 | 16:55 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Penyelesaian BKC yang Dirampas, Dikuasai, dan Jadi Milik Negara

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024