ANALISIS PAJAK

Memahami Perbedaan Karakteristik Utang dan Modal

Jumat, 04 Oktober 2019 | 14:01 WIB
Memahami Perbedaan Karakteristik Utang dan Modal

Alfiah Ramadhani,
DDTC Consulting

PEMBIAYAAN suatu perusahaan umumnya bersumber pada utang, modal, ataupun gabungan keduanya. Pada peraturan pajak domestik, timbal balik atas utang (bunga) dapat dibiayakan sebagai pengurang pajak penghasilan. Sebaliknya, timbal balik atas modal (dividen) tidak dapat dibiayakan sebagai pengurang pajak penghasilan.

Perbedaan perlakuan pajak di atas dapat memengaruhi keputusan perusahaan ketika menentukan sumber pembiayaannya. Namun, faktanya, perbedaan tersebut barulah satu dari keseluruhan karakteristik yang melekat pada utang dan modal.

Pengetahuan tentang karakteristik keduanya harus dipahami secara komprehensif terlebih dahulu. Pemahaman yang komprehensif ini nantinya akan berguna ketika suatu perusahaan mengambil keputusan terkait dengan sumber pembiayaannya.

Peraturan pajak domestik belum mengatur secara konkret perbedaan karakteristik antara utang dan modal. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015, penjelasan utang dan modal hanya sebatas pengertian, komponen perhitungan, dan cara perhitungannya.

Meski demikian, beberapa literatur menjelaskan perbedaan mendasar antara utang dan modal dengan mengidentifikasi karakteristik keduanya. Massoner, et al (2012) mengidentifikasi karakteristik utang sebagai berikut: (i) pemberi utang adalah bank, pihak ketiga, atau pemegang saham;

(ii) pemberi utang tidak memiliki kendali atas perusahaan; (iii) imbalan kepada pemberi pinjaman diberikan dalam bentuk bunga dengan besaran nominal yang telah ditentukan; (iv) dana dikembalikan pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan;

(v) bunga dapat menjadi beban pengurang pajak penghasilan penerima pinjaman; (vi) pada keadaan likuidasi, pemberi utang berhak mendapat prioritas atas klaim aset; dan (vii) pemberi utang biasanya tidak dikenakan capital duty.

Sementara itu, karakteristik modal antara lain (i) pemberi modal adalah pemegang saham; (ii) pemberi modal memiliki kendali atas perusahaan; (iii) imbalan kepada pemberi modal diberikan dalam bentuk dividen dengan besaran nominal tergantung pada kinerja perusahaan penerima modal;

(iv) dana dikembalikan saat likuidasi perusahaan penerima modal; (v) dividen tidak dapat dibebankan untuk mengurangi pajak penghasilan penerima modal; (vi) pada keadaan likuidasi, pemberi modal menerima hak klaim aset sisa setelah klaim aset kepada pemberi utang terpenuhi; dan (vii) pemberi modal biasanya dikenakan capital duty.

Rekarakterisasi Utang ke Modal
PEMAHAMAN karakteristik utang dan modal menjadi penting karena otoritas pajak Indonesia berwenang melakukan rekarakterisasi utang menjadi modal sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Dalam ketentuan tersebut juga diatur penentuan kembali utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha.

Tidak hanya dalam lingkup domestik, pemahaman ini juga menjadi pembahasan dalam ranah global. OECD dalam Paragraf 1.64-1.65 OECD Transfer Pricing Guidelines 2017 memberikan pandangan terkait dengan pentingnya memahami karakteristik pembiayaan.

OECD menjelaskan apabila pembiayaan berupa utang tidak dapat dibuktikan substansi ekonominya, pembiayaan berupa utang tersebut dapat direkarakterisasi sebagai modal, misalnya sebagai skema pinjaman tanpa bunga.

Skema pinjaman tanpa bunga diperbolehkan jika suatu perusahaan tengah menghadapi kesulitan finansial dan tidak memungkinkan untuk memperoleh pinjaman dari pihak independen karena tidak adanya kemampuan untuk membayar bunga (Bakker dan Levey, 2012).

Pinjaman tersebut juga diperbolehkan di Indonesia dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, antara lain: (i) pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;

(ii) modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya; (iii) pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan (iv) perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.

Dalam kondisi salah satu persyaratan tidak terpenuhi, sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) PP-94/2010, pembiayaan tersebut akan direkarakterisasi dari modal menjadi pinjaman dan akan terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.

Rekarakterisasi itu menimbulkan implikasi pajak. Perusahaan akan diwajibkan melakukan pengujian kewajaran suku bunga yang ditanggung. Pengujian tidak hanya berfokus pada wajar tidaknya suku bunga yang ditanggung, tetapi juga menguji kewajaran perbandingan utang terhadap modal. Pengujian tersebut akan menentukan nominal beban bunga yang dapat dikurangkan pada perhitungan pajak penghasilan sehingga muncul potensi koreksi fiskal.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan ketika perusahaan memutuskan sumber pembiayaan, perusahaan sebaiknya memahami terlebih dahulu perspektif pajak terkait dengan utang dan modal secara komprehensif. Langkah ini sebagai upaya meminimalkan risiko rekarakterisasi dan implikasi pajak yang ditimbulkan.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat

Selasa, 23 April 2024 | 13:00 WIB INFOGRAFIS BEA CUKAI

Kriteria Penghapusbukuan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Senin, 22 April 2024 | 14:05 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

BERITA PILIHAN