PEMBERANTASAN KORUPSI

KPK: Ada 7 Area Rentan Korupsi di Level Pemda

Redaksi DDTCNews
Senin, 01 Februari 2021 | 17.54 WIB
KPK: Ada 7 Area Rentan Korupsi di Level Pemda

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (kanan) didampingi Deputi Penindakan Karyoto (kiri) bersiap memberikan keterangan dalam konferensi pers penetapan tersangka baru kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/1/2021). KPK mengingatkan para pemimpin daerah agar tidak melakukan tindak pidana korupsi yang rentan terjadi pada 7 aspek pengelolaan daerah. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww

JAKARTA, DDTCNews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para pemimpin daerah agar tidak melakukan tindak pidana korupsi yang rentan terjadi pada 7 aspek pengelolaan daerah.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kebijakan pemda akan menentukan keberhasilan dalam melakukan pembangunan dan memastikan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan publik di level daerah harus dibuat dengan hati-hati agar tidak menjadi alat melakukan korupsi.

Menurutnya, terdapat 7 area yang rentan praktik korupsi pada level pemerintah daerah. Pertama, pada area reformasi birokrasi yakni pada saat rekrutmen dan promosi jabatan. Kedua, pada aspek pengadaan barang dan jasa.

"Pada pengadaan barang/jasa biasanya kolusi dengan penyedia, mark up harga, benturan kepentingan dalam pengadaan, kecurangan dan lainnya," katanya dalam keterangan resmi dikutip Senin (1/2/2021).

Ketiga, kerentanan praktik korupsi pada pengelolaan filantropi atau sumbangan dari pihak ketiga. Aspek ini memerlukan perhatian khusus mulai dari kejelasan data tentang pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan.

Keempat, potensi korupsi saat melakukan realokasi anggaran khususnya penanganan pandemi Covid-19. Kelima, tata cara penyelenggaraan jaring pengaman sosial  mulai dari pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan serta pengawasan.

Keenam, risiko dari program pemulihan ekonomi nasional dengan memberikan bantuan atau stimulus yang tidak tepat sasaran. Ketujuh, kerentanan korupsi saat eksekutif dan legislatif bertemu saat pengesahan anggaran dan  Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Kepala Daerah.

"Saya tahu ini sering terjadi karena ada tarik ulur antara legislatif dan eksekutif. Tolong ini dicatat betul, harus tegaskan bahwa uang yang digunakan dalam menyusun anggaran dan program itu adalah uang rakyat," terangnya.

Firli menambahkan KPK telah memberikan panduan dalam pelaksanaan anggaran untuk penanggulangan pandemi yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Panduan tersebut terbit dalam bentuk surat edaran (SE) No.8/2020.

SE tersebut menegaskan 8 perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi pada masa pandemi antara lain melakukan persekongkolan atau kolusi dengan penyedia barang/jasa atau para pihak dan menerima kickback.

Selanjutnya, tindakan yang mengandung unsur penyuapan, gratifikasi, adanya unsur benturan kepentingan dan mengandung unsur kecurangan administrasi.

Perbuatan yang masuk kategori korupsi pada masa krisis Covid-19 selanjutnya adalah berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat dan membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.