Alfadella Octaviana Duraini, Compliance and Litigation Specialist DDTC dalam Bincang Academy.
JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh). Beleid yang diundangkan mulai 20 Desember 2022 lalu merupakan aturan turunan dari UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), khususnya klaster PPh.
Dalam beleid tersebut, terdapat penyesuaian pengaturan terkait dengan PPh final atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto atau omzet tertentu sampai dengan Rp4,8 miliar. Ketentuan soal pemanfaatan PPh final UMKM ini sebelumnya diatur dalam PP 23/2018.
PP 55/2022 memperluas subjek pajak yang bisa memanfaatkan PPh final 0,5%. Kini wajib pajak yang dapat memanfaatkan PPh final 0,5% juga mencakup badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau BUMD/BUMDes Bersama.
Kemudian, sebagaimana diamanatkan dalam UU HPP, wajib pajak orang pribadi dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak tidak dikenai PPh final 0,5%. Perlu digarisbawahi, melalui PP 55/2022 jangka waktu tertentu pengenaan PPh final tetap meneruskan jangka waktu berdasarkan PP 23/2018 atau tidak diulang dari awal.
Lantas, bagaimana detail pengaturan terkait wajib pajak yang dapat memanfaatkan PPh final 0,5% ini? Berapa lama wajib pajak bisa menggunakan tarif pajak tersebut?
Bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait perbedaan dalam peraturan ini yang belum diatur pada PP 23/2018?
Alfadella Octaviana Duraini, Compliance and Litigation Specialist DDTC bersama Rafif sebagai host Bincang Academy mengangkat pembahasan Pajak untuk UMKM berdasarkan Aturan Terbaru (PP 55 Tahun 2022). Klik link berikut untuk menyaksikan video lengkapnya:
Gabung grup Whatsapp DDTC Academy untuk mendapatkan informasi pelatihan pajak dan berdiskusi pajak dengan member DDTC Academy lainnya. Jangan lupa, subscribe akun YouTube DDTC Indonesia untuk mendapatkan berbagai ilmu perpajakan secara gratis! (sap)